Sabtu, Agustus 15, 2009

Melihat Calon Istri Sebelum Khitbah

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Jabir bin Abdullah ra beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: "Ketika salah satu dari kalian melakukan khitbah terhadap seorang perempuan, kemudian memungkinkan baginya untuk melihat apa yang menjadi alasan baginya untuk menikahinya, maka lakukanlah". Hadist ini sahih dan mempunyai riwayat lain yang menguatkannya.

Ulama empat madzhab dan mayoritas ulama menyatakan bahwa seorang lelaki yang berkhitbah kepada seorang perempuan disunnahkan untuk melihatnya atau menemuinya sebelum melakukan khitbah secara resmi. Rasulullah saw telah mengizinkan itu dan menyarankannya dan tidak disyaratkan untuk meminta izin kepada perempuan yang bersangkutan. Landasan untuk itu adalah hadits sahih riwayat Muslim dari Abu Hurairah ra berkata: ”Aku pernah bersama Rasulullah saw lalu datanglah seorang lelaki, menceritakan bahwa ia menikahi seorang perempuan dari kaum anshar, lalu Rasulullah saw menanyakan "Sudahkan anda melihatnya?" lelaki itu menjawab "Belum". "Pergilah dan lihatlah dia" kata Rasulullah saw ,karena pada mata kaum anshar (terkadang ) ada sesuatunya".

Para Ulama sepakat bahwa melihat perempuan dengan tujuan khitbah tidak harus mendapatkan izin perempuan tersebut, bahkan diperbolehkan tanpa sepengetahuan perempuan yang bersangkutan. Bahkan diperboleh berulang-ulang untuk meyakinkan diri sebelum melangkah berkhitbah. Ini karena Rasulullah s.a.w. dalam hadist di atas memberikan izin secara mutlak dan tidak memberikan batasan. selain itu, perempuan juga kebanyakan malu kalau diberitahu bahwa dirinya akan dikhitbah oleh seseorang.

Begitu juga kalau diberitahu terkadang bisa menyebabkan kekecewaan di pihak perempuan, misalnya pihak lelaki telah melihat perempuan yang bersangkutan dan memebritahunya akan niat menikahinya, namun karena satu dan lain hal pihak lelaki membatalkan, padahal pihak perempuan sudah mengharapkan.Maka para ulama mengatakan, sebaiknya melihat calon isteri dilakukan sebelum khitbah resmi, sehingga kalau ada pembatalan tidak ada yang merasa dirugikan. Lain halnya membatalkan setelah khitbah kadang menimbulkan sesuatu yang tidak diinginkan.Persyaratan diperbolehkan melihat adalah dengan tanpa khalwat (berduaan saja) dan tanpa bersentuhan karena itu tidak diperlukan. Bagi perempuan juga diperbolehkan melihat lelaki yang mengkhitbahinya sebelum memutuskan menerima atau menolak.

Batasan yang diperbolehkan lelaki melihat perempuan yang ditaksir sebelum khitbah menurut sebagian besar ulama yaitu boleh melihat wajah dan telapak tangan. Bagi perempuan yang akan menerima khitbah disunnahkan untuk menghias dirinya agar kelihatan cantik. Imam Ahmad berkata: "Ketika seorang lelaki berkhitbah kepada seorang perempuan, maka hendaklah ia bertanya tentang kecantikannya dulu, kalau dipuji baru tanyakan tentang agamanya, sehingga kalau ia membatalkan karena alasan agama. Kalau ia menanyakan agamanya dulu, lalu kecantikannya maka ketika ia membatalkan adalah karena kecantikannya dan bukan agamanya. (Ini kurang bijak).

Sumber:pesantrenvirtual

Jumat, Agustus 14, 2009

Mencintai Allah swt

Setiap muslim yang beriman tentunya menyadari kewajibannya untuk mencintai Allah swt. Dengan bertakwa kepada Allah swt, otomatis ia akan berpegang teguh dan istiqomah pada Allah swt. Semakin ia dekat dengan Allah dan menjalankan kewajibannya, maka ia akan semakin mencintai Allah swt. Karena ia menjadikan Allah swt dan segala perintah-Nya, sebagai prioritas utama dalam kehidupannya. Sehingga cintanya kepada Allah swt adalah yang utama, melebihi cinta kepada manusia termasuk kepada orangtua, suami/istri, anak-anak, dan lain-lain. Allah swt berfirman, yang artinya: “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa, bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya”.( QS. Al-Baqarah: 165)

Jika seseorang mencintai sesamanya lebih tinggi derajatnya daripada cinta kepada Allah swt, maka ia sama sama saja telah berbuat zalim. Padahal Allah swt telah memberi peringatan dalam surat At-Taubah ayat 24: “Katakanlah, "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan -Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan -Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”

Sesungguhnya ada banyak cara untuk mencintai Allah swt dan menggapai cinta-Nya. Seperti yang berikut ini:
• Mendekatkan diri kepada Allah swt (taqarub) dengan mengerjakan ibadah-ibadah sunnah setelah melakukan ibadah-ibadah fardhu. Jika orang yang beriman mencintai Allah dengan mengerjakan ibadah-ibadah fardhu dengan sempurna, maka dengan menambahkan ibadah-ibadah sunnah ia akan dapat menggapai cinta-Nya. ibadah-ibadah sunnah yang dikerjakan antara lain sholat-sholat sunnah, puasa sunnah, sedekah, dan amalan-amalan sunnah dalam Haji dan Umrah.

• Membaca Al Quran adalah cara untuk mencintai Allah, karena di dalamnya terdapat kalamullah-kalamullah yang sangat suci. Tidak hanya dibaca, tetapi juga dipahami, direnungi, dimengerti, serta diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

• Cinta kepada Allah swt berarti selalu ingat kepada-Nya. Berdzikir di dalam hati, di dalam lisan, bahkan di setiap tingkah laku. Rasulullah saw pernah bersabda: "Sesungguhnya Allah aza wajalla berfirman :"Aku bersama hambaKu,s elama ia mengingatKu dan kedua bibirnya bergerak (untuk berdzikir) kepadaKu".
• Berusaha untuk mencintai Allah swt melebihi dirinya sendiri dan orang lain, dengan berusaha lebih mengenal-Nya, mengetahui dan memahami nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya.

• Selalu bersyukut akan nikmat yang didapat. Karena hanya Allah swt lah Sang Pemberi nikmat bagi hamba-hamba-Nya. setiap nikmat yang diberikan adalah bukti kebesaran-Nya. dan beryukur kepada-Nya akan mengantarkan kepada rasa cinta yang mendalam kepada-Nya.

• Menyendiri bersama Allah ketika Dia turun. Kapankan itu? Yaitu saat sepertiga terakhir malam. Di saat itulah Allah s.w.t. turun ke dunia dan di saat itulah saat yang paling berharga bagi seorang hamba untuk mendekatkan diri kepadaNya dengan melaksanakan sholat malam agar mendapatkan cinta Allah.

• Bergaul dengan orang-orang yang mencintai Allah, maka iapun akan mendapatkan cinta Allah swt. Selain itu juga mengenal dan mencintai mereka yang dicintai oleh Allah swt, yaitu para Rasul, para anbiyya, para aulia, hamba-hamba Allah yang jujur, para syuhada, serta hamba-hamba Allah yang shaleh.

Saat kita sudah begitu mencintai allah swt, kita sangat merindukan perjumpaan dengan-Nya. dan dalam kehidupan seharihari, sangat senang menikmati ibadah dengan khusyuk dan bertaqarub kepada-Nya. Firman Allah swt: “Katakanlah: "Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.Ali Imran: 31)

Kamis, Agustus 13, 2009

Adab Bertamu Dalam Islam

Perkara ini sepertinya sepele, namun jika tidak diamalkan maka bisa dibilang akan menyimpang dari hukum/syariat agama. Untuk itulah Islam mengatur adab-adab ketika bertamu. Diantaranya mengucap salam kepada pemilik rumah, memilih waktu untuk bertamu, menjaga pandangan, dan lai-lain.

Memperbaiki Niat
Tidak bisa dipungkiri bahwa niat merupakan landasan dasar dalam setiap amalan. Hendaklah setiap muslim yang akan bertamu, selain untuk menunaikan hajatnya, juga ia niatkan untuk menyambung silaturahim dan mempererat ukhuwah. Sehingga tidak ada satu amalan pun yang ia perbuat melainkan berguna bagi agama dan dunianya. Tentang niat ini Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu dengan niat dan setiap orang tergantung pada apa yang ia niatkan” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ibnul-Mubarak berkata :
“Betapa amal kecil diperbesar oleh niatnya dan betapa amal besar diperkecil oleh niatnya” (Jaami’ul-Ulum wal-Hikam halaman 17 – Daarul-Hadits).

Memberitahukan Perihal Kedatangannya (untuk Minta Ijin) Sebelum Bertamu
Adab ini sangat penting untuk diperhatikan. Mengapa ? Karena tidak setiap waktu setiap muslim itu siap menerima tamu. Barangkali ia punya keperluan/hajat yang harus ditunaikan sehingga ia tidak bisa ditemui. Atau barangkali ia dalam keadaan sempit sehingga ia tidak bisa menjamu tamu sebagaimana dianjurkan oleh syari’at. Betapa banyak manusia yang tidak bisa menolak seorang tamu apabila si tamu telah mengetuk pintu dan mengucapkan salam padahal ia punya hajat yang hendak ia tunaikan. Allah swt telah memberikan kemudahan kepada kita berupa sarana-sarana komunikasi (surat, telepon, sms, dan yang lainnya) yang bisa kita gunakan untuk melaksanakan adab ini.

Menentukan Awal dan Akhir Waktu Bertamu
Adab ini sebagai alat kendali dalam mengefisienkan waktu bertamu. Tidak mungkin seluruh waktu hanya habis untuk bertamu dan melayani tamu. Setiap aktifitas selalu dibatasi oleh aktifitas lainnya, baik bagi yang bertamu maupun yang ditamui (tuan rumah). Apabila memang keperluannya telah usai, maka hendaknya ia segera berpamitan pulang sehingga waktu tidak terbuang sia-sia dan tidak memberatkan tuan rumah dalam pelayanan.

Rasulullah saw bersabda : “Apabila salah seorang diantara kamu telah selesai dari maksud bepergiannya, maka hendaklah ia segera kembali menuju keluarganya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Berwajah Ceria dan Bertutur Kata Lembut dan Baik Ketika Bertemu
Wajah muram dan tutur kata kasar adalah perangai yang tidak disenangi oleh setiap jiwa yang menemuinya. Allah swt telah memerintahkan untuk bersikap lemah lembut, baik dalam hiasan rona wajah maupun tutur kata kepada setiap bani Adam, dan lebih khusus lagi terhadap orang-orang yang beriman. Allah swt telah berfirman : “Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman” (QS. Al-Hijr : 88).

Rasulullah saw bersabda : “Janganlah sekali-kali kamu meremehkan sedikitpun dari kebaikan-kebaikan, meskipun hanya kamu menjumpai saudaramu dengan muka manis/ceria” (HR. Muslim).

Selain berwajah ceria dan bertutur kata lembut, yang lebih penting untuk diperhatikan adalah hendaklah ia berkata baik dan benar. Rasulullah saw dengan tegas telah memberi peringatan : “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah saw menggandengkan kata iman dengan pilihan antara berbicara baik atau diam. Mafhumnya, jika seseorang tidak mengambil dua pilihan ini, maka ia dikatakan tidak beriman (dalam arti : tidak sempurna imannya). Hukum asal dari perbuatan adalah diam. Kalaupun ia ingin berkata, maka ia harus berkata dengan kata-kata yang baik. Sungguh rugi jika seseorang bertamu dan bermajelis dengan mengambil perkataan sia-sia lagi dosa seperti ghibah, namimah (adu domba), dan lainnya yang tidak menambah apapun dalam timbangan akhirat kelak kecuali dosa. Rasulullah saw bersabda : ‘Sesungguhnya seseorang mengucapkan kata-kata, ia tidak menyangka bahwa ucapannya menyebabkan ia tergelincir di neraka yang jaraknya lebih jauh antara timur dan barat” (HR. Bukhari dan Muslim).

Tidak Sering Bertamu
Mengatur frekwensi bertamu sesuai dengan kebutuhan dapat menimbulkan kerinduan dan kasih sayang. Hal itu merupakan sikap pertengahan antara terlalu sering dan terlalu jarang. Terlalu sering menyebabkan kebosanan. Sebaliknya, terlalu jarang mengakibatkan putusnya hubungan silaturahim dan kekeluargaan.

Dianjurkan Membawa Sesuatu Sebagai Hadiah
Memberi hadiah termasuk amal kebaikan yang dianjurkan. Sikap saling memberi hadiah dapat menimbulkan perasaan cinta dan kasih sayang, karena pada dasarnya jiwa senang pada pemberian. Rasulullah saw bersabda : “Berilah hadiah di antara kalian, niscaya kalian akan saling mencintai” (HR. Bukhari)

Tidak Boleh Seorang Laki-Laki Bertamu kepada Seorang Wanita yang Suaminya atau Mahramnya Tidak Ada di Rumah
Rasulullah saw sangat keras menekankan pelarangan ini sebagaimana sabda beliau :
“Janganlah sekali-kali menjumpai wanita”. Maka seorang laki-laki dari kaum Anshar bertanya : “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan Al-Hamwu?”. Beliau menjawab : “Al-Hamwu adalah maut” (HR. Bukhari dan Muslim).

Imam Al-Baghawi dalam menerangkan hadits ini mengatakan : Al-Hamwu jamaknya Ahma’ yaitu keluarga laki-laki dari pihak suami dan keluarga perempuan dari pihak istri. Dan yang dimaksudkan di sini adalah saudara laki-laki suami (ipar) sebab dia bukan mahram bagi istri. Dan bila yang dimaukan adalah ayah suami sedang ayah suami adalah mahram, maka bagaimana lagi dengan yang bukan mahram ?

Tentang kalimat “Al-Hamwu adalah maut”; Ibnul-‘Arabi berkata : “Ini adalah kalimat yang diucapkan oleh orang Arab, sama dengan ungkapan : Serigala adalah maut. Artinya, bertemu serigala sama dengan bertemu maut”.

Janganlah Sombong

Sombong adalah salah satu penyakit hati yang sangat membahayakan. Manusia sangat rentan terkena sifat ini, oleh karena itulah kita harus berhati-hati. Manusia yang hidup di dunia ini dengan kesombongannya, maka kelak ia tidak akan masuk surga. Seperti sabda Rasulullah saw: ”Tidak akan masuk surga siapa yang didalam hatinya ada kesombongan walau seberat debu.” (HR. Muslim). Alah swt tidak menyukai orang yang sombong, bahkan mengharamkannya. Orang yang sombong berarti ia juga takabur, merasa dirinyalah yang paling hebat dan sempurna. Padahal hanya Allah swt yang memiliki keagungan sempurna, dan makhluk hanya sekedar menerima kemurahan-Nya.

Ciri-ciri penyakit sombong biasanya sangat terlihat jelas dari penampilan orang yang mengidapnya. Setiap ucapan dan tingkah lakunya, nada suara dan senyum sinisnya, selalu menunjukkan keangkuhan. Nauzubillahi mindzalik…

Pantaskah sebenarnya orang bersikap sombong, jika seluruh kebaikan pada dirinya semata-mata hanya berkat kemurahan Allah swt kepadanya? Padahal jika Allah menghendaki, dia bisa terlahir sebagai (maaf) orang yang penuh dengan kekurangan. Tentu saja saat tidak ada lagi yang dapat disombongkan. Kita begitu rendah dan lemah dihadapan Allah swt.

Maka kita harus hati-hati mengahadapi penyakit hati ini. Langkah hati-hati ini bisa diawali dengan mengenali ciri-ciri kesombongan tersebut. Rasulullah saw bersabda: ”Sombong itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan sesama manusia.” (HR. Muslim). Jika dalam hati kita ada satu atau kedua-duanya, maka kita akan masuk ke dalam deretan orang-orang sombong.

Bagaimana cara menghindari dari sikap sombong?
>Kita perlu mengetahui dan memahami ilmunya; apa dan bagaimana sombong itu, serta bahaya yang ditimbulkanya. Sadarilah, sifat sombong tidak disukai manusia, dan di akhirat mendapat siksa.
>Menyadari kelemahan dan keterbatasan diri sebagai manusia.
>Berlatih untuk berlapang dada menerima kebenaran dari siapa pun.
>Berlatih untuk rendah hati dan tidak memandang rendah orang lain. Di hadapan Allah swt semua orang sama, yang membedakan hanya ketakwaan.
>Senantiasa berdoa agar kita dijauhkan dari kesombongan.

Sebagai manusia biasa, terkadang suka timbul di hati rasa sombong tanpa kita sadari. Oleh karena itu, sebaiknya lekas-lekaslah mengucap istighfar memohon ampunan Allah swt.

Rabu, Agustus 12, 2009

Perintah Islam Untuk Menundukkan Pandangan dari yang Haram

Dalil dari Al Quran

Allah berfirman : “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya” (QS. An-Nuur : 30-31).

Ibnu Katsir berkata : “Ini adalah perintah dari Allah ’azza wa jalla kepada hamba-hamba-Nya mukminin untuk menundukkan pandangan-pandangan mereka dari perkara-perkara yang diharamkan bagi mereka. Mereka tidak memandang kecuali pada apa yang diperbolehkan bagi mereka dan untuk menundukkan pandangan dari yang diharamkan, apabila kebetulan memandang kepada yang haram tanpa disengaja maka langsung memalingkan pandangannya secepat mungkin”


Al-’Allamah Ibnul-Qayyim berkata :”Allah memerintahkan Nabi-Nya shallallaahu ’alaihi wasallam agar memerintahkan kaum mukminin untuk menundukkan pandangan mereka, menjaga kemaluan mereka, dan memberitahukan kepada mereka bahwa Allah menyaksikan amal-amal mereka. Allah swt berfirman : ”Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati” (QS. Ghaafir : 19).


Dalil Dari Hadits


Dari Jabir bin ‘Abdillah radliyallaahu ‘anhu ia berkata :
”Aku bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam dari pandangan tiba-tiba (tidak sengaja). Mak beliau memerintahkanku untuk memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim)

Dari Buraidah radliyallaahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Wahai ‘Ali, janganlah kamu mengikutkan pandangan dengan pandangan. Sesungguhnya bagimu hanyalah pandangan yang pertama, dan bukan yang setelahnya”.(HR. Tirmidzi dan Abu Dawud)

Dari Abu Hurairah radliyallaahu ’anhu, dari Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam bahwasannya beliau bersabda :
”Telah dituliskan atas Bani Adam bagian dari zina yang pasti ia melakukannya, tidak bisa tidak. Maka, zina kedua mata adalah melihat (yang diharamkan), zina kedua telinga adalah mendengar (yang diharamkan), zina lisan adalah berkata-kata (yang diharamkan), zina tangan adalah memegang (yang diharamkan), zina kaki adalah melangkah (ke tempat yang diharamkan), hati berkeinginan dan berangan-angan, dan kemaluan membenarkan itu semua atau mendustakannya”.(HR. Bukhari dan Muslim)


Dari ’Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ’anhu ia berkata : ”Bahwasannya Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam membonceng Al-Fadhl bin ’Abbas di belakang beliau ketika haji, kemudian datang seorang wanita dari Khats’am yang meminta fatwa kepada Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam. Maka Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam memalingkan kepala Al-Fadhl agar tidak melihat kepada wanita tersebut. Maka paman beliau – Al-’Abbas – berkata kepada beliau : ”Engkau memalingkan kepala anak paman engkau, wahai Rasululah ?”. Maka beliau menjawab : ”Aku melihat seorang pemuda dan seorang pemudi, maka aku tidak merasa aman dari syaithan terhadap mereka berdua.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Selasa, Agustus 11, 2009

Doa Adalah Ibadah

Di setiap selesai sholat kita tentunya berdoa, memohon kepada Allah swt. Doa juga bisa kita panjatkan kapan saja dan dimana saja. Kita dapat merasakan kekuatan doa yang kita panjatkan, karena doa itu merupakan sumber kemuliaan sejati yang menghubungkan seorang hamba dengan Rabb-Nya. Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad saw menjelaskan bahwa doa merupakan ibadah. Nabi Muhammad saw bersabda: “Doa itu adalah ibadah” Kemudian beliau membaca: Rabbmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (HR. Titrmidzi)

Berdoa dilakukan dengan kerendahan hati, memohon kepada Allah swt karena kita lemah di hadapan-Nya. berdoa merupakan perbuatan yang mulia. Betapapun banyaknya kebaikan seseorang bila tidak diiringi dengan kerendahan hati untuk memohon dan merasa butuh kepada Allah melalui doa, maka orang itu tidak akan memperoleh ganjaran atas segenap kebaikannya tersebut. Demikian diriwayatkan oleh istri Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam, Aisyah radhiyallahu ’anha.

Berkata Aisyah: “Ya Rasulullah, di masa jahiliyyah Ibnu Jud’an menyambung tali silaturrahim dan memberi makan kepada orang miskin. Apakah hal itu dapat memberikan manfaat bagi dirinya?” Nabi menjawab: “Semua itu tidak akan memberikan manfaat baginya karena sesungguhnya dia tidak pernah seharipun berdoa: ”Ya Rabbku, ampunilah kesalahanku pada hari kiamat.” (HR Muslim)

Sumber kemuliaan seseorang terletak pada kerajinan dan kesungguhannya berdoa dan bermunajat kepada Allah swt. Bahkan Nabi Muhammad saw menggambarkan kegiatan berdoa sebagai perkara yang paling mulia di sisi Allah swt. Nabi Muhammad saw bersabda:”Tidak ada sesuatu yang lebih mulia di sisi Allah daripada doa.” (HR Ibnu Majah).

Berdoa dengan hati yang sungguh-sungguh mengharapkan dikabulkannya doa oleh Allah swt merupakan salah satu syarat terkabulnya doa kita. Nabi Muhammad saw bersabda: “Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan di-ijabah dan ketahuilah bahwa Allah tidak akan menerima doa dari hati yang lalai dan main-main.” (HR Tirmidzi)

Doa Nabi Daud as Memohon Cinta Allah

Nabi Daud as merupakan seorang hamba Allah yang sangat rajin beribadah kepada Allah swt. Hal ini disebutkan langsung oleh Nabi Muhammad saw. Nabi Daud as sangat rajin mendekatkan diri kepada Allah swt. Beliau sangat rajin memohon kepada Allah agar dirinya dicintai Allah swt. Beliau sangat mengutamakan cinta Allah lebih daripada mengutamakan dirinya sendiri, keluarganya sendiri dan air dingin yang bisa menghilangkan dahaga musafir dalam perjalanan terik di tengah padang pasir. Inilah penjelasan Nabi Muhammad saw mengenai doa Nabi Daud as tersebut:

Rasulullah saw bersabda: “Di antara doa Nabi Daud asa ialah: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu cintaMu dan cinta orang-orang yang mencintaiMu dan aku memohon kepadaMu perbuatan yang dapat mengantarku kepada cintaMu. Ya Allah, jadikanlah cintaMu lebih kucintai daripada diriku dan keluargaku serta air dingin.” Dan bila Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengingat Nabi Daud ’alihis-salaam beliau menggelarinya sebaik-baik manusia dalam beribadah kepada Allah.” (HR Tirmidzi)

Setidaknya terdapat empat hal penting di dalam doa ini. Pertama, Nabi Daud as memohon cinta Allah. Beliau sangat faham bahwa di dunia ini tidak ada cinta yang lebih patut diutamakan dan diharapkan manusia selain daripada cinta yang berasal dari Allah Ar-Rahman Ar-Rahim (Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Apalah artinya seseorang hidup di dunia mendapat cinta manusia –bahkan seluruh manusia- bilamana Allah tidak mencintainya. Semua cinta yang datang dari segenap manusia itu menjadi sia-sia sebab tidak mendatangkan cinta Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Sebaliknya, apalah yang perlu dikhawatirkan seseorang bila Allah mencintainya sementara manusia –bahkan seluruh manusia- membencinya. Semua kebencian manusia tersebut tidak bermakna sedikitpun karena dirinya memperoleh cinta Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Sebab itulah Nabi Daud as tidak menyebutkan dalam awal doanya harapan akan cinta manusia. Beliau mendahulukan cinta Allah di atas segala-galanya. Beliau sangat menyadari bahwa bila Allah telah mencntai dirinya, maka mudah saja bagi Allah untuk menanamkan cinta ke dalam hati manusia terhadap Nabi Daud as. Tetapi bila Allah swt sudah mebenci dirinya apalah gunanya cinta manusia terhadap dirinya. Sebab cinta manusia terhadap dirinya tidak bisa menjamin datangnya cinta Allah kepada Nabi Daud as.

Dari Nabi Muhammad saw beliau bersabda: “Bila Allah mencintai seorang hamba, maka Allah berseru kepada Jibril: “Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka cintailah dia.” Jibrilpun mencintainya. Kemudian Jibril berseru kepada penghuni langit: ”Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka kalian cintailah dia.” Penghuni langitpun mencintainya. Kemudian ditanamkanlah cinta penghuni bumi kepadanya.” (HR. Bukhari)

Kedua, Nabi Daud as memohon kepada Allah cinta orang-orang yang mencintai Allah. Sesudah mengharapkan cinta Allah lalu Nabi Daud as memohon kepada Allah kasih sayang dari orang-orang yang mencintai Allah, sebab orang-orang tersebut tentunya adalah orang-orang beriman sejati yang sangat pantas diharapkan cintanya.

Hal ini sangat berkaitan dengan Al-Wala’ dan Al-Bara’ (loyalitas dan berlepas diri). Yang dimaksud dengan Al-Wala’ ialah memelihara loyalitas kepada Allah swt, Rasul-Nya dan orang-orang beriman. Sedangkan yang dimaksud dengan Al-Bara’ ialah berlepas diri dari kaum kuffar dan munafiqin. Karena loyalitas mu’min hendaknya kepada Allah swt, Rasul-Nya dan orang-orang beriman, maka Nabi Daud as berdoa agar dirinya dipertemukan dan dipersatukan dengan kalangan sesama orang-orang beriman yang mencintai Allah swt. Dan ia sangat meyakini akan hal ini.

Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersada: “Ruh-ruh manusia diciptakan laksana prajurit berbaris, maka mana yang saling kenal di antara satu sama lain akan bersatu. Dan mana yang saling mengingkari di antara satu sama lain akan berpisah.” (HR. Muslim)

Ketiga, Nabi Daud as memohon kepada Allah agar ditunjuki perbuatan-perbuatan yang dapat mendatangkan cinta Allah. Setelah memohon cinta Allah kemudian cinta para pecinta Allah, selanjutnya Nabi Daud as memohon kepada Allah agar ditunjuki perbuatan dan amal kebaikan yang mendatangkan cinta Allah. Ia sangat khawatir bila melakukan hal-hal yang bisa mendatangkan murka Allah. Beliau sangat khawatir bila berbuat dengan hanya mengandalkan perasaan bahwa Allah pasti mencintainya bila niat sudah baik padahal kualitas dan pelaksanaan amalnya bermasalah. Maka Nabi Daud as sangat memperhatikan apa saja perkara yang bisa mendatangkan cinta Allah pada dirnya. Di dalam Al Quran disebutkan bahwa Allah mencintai Ash-Shobirin (orang-orang yang sabar). Siapakah yang dimaksud dengan Ash-Shobirin? Apa sifat dan perbuatan mereka sehingga menjadi dicintai Allah?

”Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (QS. Ali Imran ayat : 146)

Keempat, Nabi Daud as memohon kepada Allah swt agar menjadikan cinta Allah sebagai hal yang lebih dia utamakan daripada dirinya sendiri, keluarganya dan air dingin. Kemudian pada bagian akhir doa ini Nabi Daud as kembali menegaskan betapa beliau sangat peduli dan mengutamakan cinta Allah. Sehingga beliau sampai memohon kepada Allah agar cinta Allah yang ia dambakan itu jangan sampai kalah penting bagi dirinya daripada cinta dirinya terhadap dirinya sendiri, terhadap keluarganya sendiri dan terhadap air dingin.

Mengapa di dalam doanya Nabi Daud as perlu mengkontraskan cinta Allah dengan cinta dirinya sendiri, keluarganya dan air dingin? Sebab kebanyakan orang bilamana harus memilih antara mengorbankan diri dan keluarga dengan mengorbankan prinsip hidup pada umumnya lebih rela mengorbankan prinsip hidupnya. Yang penting jangan sampai diri dan keluarga terkorbankan. Kenapa air dingin? Karena air dingin merupakan representasi kenikmatan dunia yang indah dan menggoda. Pada umumnya orang rela mengorbankan prinsip hidupnya asal jangan mengorbankan kelezatan duniawi yang telah dimilikinya.

Jadi bagian terakhir doa Nabi Daud as mengandung pesan pengorbanan. Ia rela mengorbankan segalanya, termasuk dirinya sendiri, keluarganya sendiri maupun kesenangan duniawinya asal jangan sampai ia mengorbankan cinta Allah. Ia amat mendambakan cinta Allah. Nabi Daud as sangat faham maksud Allah di dalam Al-Qur’an:
“Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. At-Taubah : 24) (syahadat.com)

Sumber:eramuslim.com

Mempersiapkan Diri Menyambut Ramadhan

Bulan suci Ramadhan tinggal beberapa minggu lagi. Namun, sudahkah Anda mempersiapkan diri untuk menyambut bulan mulia tersebut? Karena lancar dan suksesnya ibadah kita di bulan Ramadhan tergantung seberapa jauh kita mempersiapkan diri. Baik persiapan fisik, pikiran maupun mental, jika dipersiapkan dengan baik insya Allah kita akan melalui Ramadhan yang berkualitas.

Ramadhan adalah bulan mulia, bulan suci yang datang setiap setahun sekali. Bulan yang penuh rahmat dan dimuliakan oleh Allah swt. Bulan Ramadhan, bulan dilipatgandakan pahala dan bulan diampuninya dosa-dosa. Beribadah sunnah di bulan ini pahalanya sama dengan mengerjakan pahala ibadah wajib. Kemudian Allah juga memberikan kemuliaan berupa tiga hal yaitu 10 hari pertama adalah rahmat, 10 hari kedua adalah ampunan, dan 10 hari terakhir adalah terbebas dari api neraka. Dan dibulan ini ada satu malam yang lebih baik dari 1000 bulan (lailatul qodar).

Dari Ubadah bin Ash-Shamit, bahwa Rasulullah saw -pada suatu hari, ketika Ramadhan telah tiba- bersabda: “Ramadhan telah datang kepada kalian, bulan yang penuh berkah, pada bulan itu Allah swt memberikan naungan-Nya kepada kalian. Dia turunkan Rahmat-Nya, Dia hapuskan kesalahan-kesalahan, dan Dia kabulkan do’a. pada bulan itu Allah swt akan melihat kalian berpacu melakukan kebaikan. Para malaikat berbangga dengan kalian, dan perlihatkanlah kebaikan diri kalian kepada Allah. Sesungguhnya orang yang celaka adalah orang yang pada bulan itu tidak mendapat Rahmat Allah swt”. (HR Ath-Thabarani) .

Oleh karena itu, ada baiknya kita melakukan persiapan untuk menyambut Ramadhan. Yaitu dengan memperbanyak amalan-amalan, terutama puasa sunnah agar tidak kaget nantinya sewaktu puasa sebulan di bulan Ramadhan. Tentunya puasa sunnah kita lakukan sejak bulan Rajab lalu dan juga Sya’ban ini. Dan yang perlu diingat, apakah anda memiliki hutang puasa Ramadhan dan apakah Anda sudah membayarnya? Jika belum maka segeralah membayarnya, jangan sampai telah mendekati Ramadhan anda belum membayarnya.

Hal penting lainnya dalam menyambut Ramadhan yaitu kesehatan fisik. Fisik harus tetap terjaga, agar tidak lemas atau bahkan sakit saat puasa Ramadhan. Jagalah kesehatan tubuh dengan mengonsumsi makanan bergizi, olahraga teratur, dan minum vitamin atau suplemen jika perlu.

Dengan mempersiapkan Ramadhan, insya Allah ibadah kita di bulan tersebut dapat kita jalani dengan sebaik-baiknya, serta meraih banyak kemuliaan. Dan yang paling penting yaitu agar kita menjadi orang yang bertakwa. Sebagaimana firman Allah swt: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah : 183)

Senin, Agustus 10, 2009

Menyikap Hidup Dengan Sabar

Setiap manusia pasti pernah mengalami masalah dan cobaan. Bahkan, di antara kita, banyak yang mengalami musibah berat. Inilah dinamika hidup. Kita tidak bisa menghindar dari hukum yang telah ditetapkan Allah swt. Suka-duka, baik-buruk, kadang datang silih berganti.

Adanya masalah dan cobaan bagi setiap orang bisa dijadikan salah satu barometer kualitas seseorang. Sejauh mana ia bisa berusaha dan bersabar dalam menghadapi serta menyelesaikannya. Tingkat kualitas ini, juga menggambarkan tentang keimanan seseorang, apakah tinggi atau lemah?

Rasulullah saw bersabda: “Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya mengandung kebaikan. Dan, hal itu tidak akan dimiliki kecuali oleh orang yang beriman.(Yaitu), jika mendapatkan kesenangan, ia bersyukur. Hal itu merupakan suatu kebaikan. Dan, jika tertimpa kesusahan, ia bersabar. Itu juga merupakan kebaikan.” (HR. Muslim).

Selain itu, masalah dan cobaan bisa menjadi lahan pembelajaran dalam hidup. Tidak akan ada orang besar, sukses, bahagia, dan mencapai derajat takwa, sebelum dirinya bisa bersabar. Kesabaran inilah yang mencetak seseorang menjadi kuat, konsisten, kaya pengalaman, matang, dan lebih dekat kepada petunjuk Allah swt sehingga dicintai-Nya.

Sabar merupakan kunci keberhasilan dalam berbagai aspek. Para nabi dan rasul Allah, mereka mendapatkan kemenangan gemilang dan memperoleh derajat mulia di sisi Allah swt, karena mereka bisa bersabar. Yakni, bersabar di dalam menjalankan ketaatan, bersabar di dalam menghadapi musibah, dan bersabar di dalam meninggalkan kemaksiatan.

Kita tidak mungkin tumbuh normal seperti sekarang, jika orangtua kita tidak sabar merawat kita. Kita tidak mungkin menikmati petunjuk Islam jika para ulama dahulu tidak sabar berdakwah. Kita juga tidak mungkin bisa hidup merdeka jika para pejuang kemerdekaan tidak bersabar menghadapi kejamnya penjajah. Dan lain sebagainya. Begitulah seterusnya.

Sabar menjadi media paling ampuh dan efektif dalam menghadapi segala persoalan hidup. Bagaimana dengan Anda, apakah sudah bersabar?

Ciri-Ciri Takwa

Takwa merupakan satu sifat dari muslim yang beriman. Karena, iman Islam dalam diri seorang muslim harus dibarengi dengan takwa. Keimanan dan ketakwaan seorang muslim adalah kunci agar mendapatkan ridho dan barokah dari Allah swt. Apa sajakah ciri-ciri orang bertakwa?

Setidaknya ada tiga ciri orang bertakwa. Pertama, ridho terhadap perintah Allah swt, seberat apa pun perintah tersebut. Kemudian ia bersungguh-sungguh menjalankannya, tentu sesuai kemampuan, walau nafsu tidak menyukainya. Kedua, ridho terhadap larangan Allah swt, senikmat apa pun larangan tersebut. Kemudian ia bersungguh-sungguh menjauhinya, walau nafsu sangat menyukainya. Ketiga, ridho terhadap apa pun yang Allah takdirkan kepada dirinya. Tidak berkeluh kesah, berputusa asa, serta berburuk sangka. Ridh di sini bukan berarti apatis. Ridho di sini adalah kesiapan hati menerima apa pun ketentuan Allah swt, serta berusaha optimal untuk mendapatkan takdir terbaik.

Kita tidak akan pernah mencapai derajat takwa tanpa memiliki kesungguhan untuk berproses, berlatih dan meminta kepada Allah swt. Namun, semua itu tidak berarti jika Allah tidak memberikan kuncinya kepada kita. Kunci tersebut adalah ilmu. Ilmu adalah kunci pembuka pintu gerbang ketakwaan, landasan semua amal. Sangat sulit mengetahui mana yang diperintahkan dan mana yang dilarang Allah, jika kita tidak memiliki pengetahuan tentang hal tersebut. Dan salah satu tanda kecintaan Allah kepada seorang hamba menurut adalah dikaruniainya kepahaman terhadap ilmu, terutama ilmu agama. Dengan ilmu tersebut ia bisa mengenal Allah, mengetahui mana yang boleh dan mana yang tidak, sehingga hidupnya lebih tertuntun.

Ketika kita bersungguh-sungguh menggapai tiga ciri takwa tersebut, optimal dalam beramal dan menjauhi maksiat, serta senantiasa tawakal dengan landasan ilmu, maka Allah akan mengaruniakan kekuatan ruhiyah kepada kita. Amal kebaikan yang kita lakukan akan menguatkan keimanan dalam diri kita. Semakin banyak amal saleh yang kita lakukan akan semakin kuat diri kita. Sedangkan jika amal keburukan atau maksiat yang lebih banyak dilakukan, maka akan mejadi lemahlah diri kita. Amal saleh, kebaikan dan ibadah yang selalu kita lakukan akan membuat komunikasi kepada Allah menjadi lancar, seakan kita dekat dengan-Nya. Sedangkan bila maksiat yang banyak dilakukan, kita akan jauh dari Allah swt. Nauzubillahiminzalik.

Apabila kekuatan ruhiyah kita sudah kuat, Insya Allah diri ini akan terasa tenang dan damai, resah gelisah dan kesempitan hidup akan dijauhkan dari kita, dan akan lebih terpelihara dari berbuat maksiat, Orang yang banyak beramal saleh tentunya memiliki tingkah laku yang baik, ucapannya tidak banyak namun bermakna dan bermanfaat. Selain itu, Allah swt juga akan memberikan kemudahan dalam beramal. Orang yang kuat ruhiyahnya memiliki energi yang sangat besar dalam beramal saleh. Apa yang disukai Allah akan ia lakukan dengan sungguh-sungguh. Ibadah-ibadah wajibnya senantiasa ia hiasi dengan ibadah-ibadah sunnah. Ia pun kecewa berat jika tertinggal dalam berbuat taat. Selain itu, ia akan dikaruniakan dengan doa yang mustajab. Sangat wajar jika doa-doanya diijabah, sebab ia memiliki ruhiyah yang kuat, iman dan takwa yang tinggi, sehingga kontaknya kepada Allah tidak terputus.

Semoga kita termasuk golongan orang-orang bertakwa, yang dikaruniai pemahaman agama serta kekuatan ruhiyah yang mantap. Amin.

Rabu, Agustus 05, 2009

Rumah Tangga Sakinah Bagi Seorang Wanita

Bagi seorang wanita mukminah, pernikahan adalah salah satu perwujudan Sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan sarana untuk mencapai keridhaan-Nya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Nikah adalah sunnahku. Barangsiapa yang tidak mengamalkan sunnahku maka bukanlah termasuk golonganku. Menikahlah, karena aku akan bangga dengan banyaknya jumlah kalian di hadapan umat lain di hari kiamat. Barangsiapa yang telah memiliki modal, hendaklah ia menikah. Dan barangsiapa yang tidak mampu, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu penekan hawa nafsunya” (HR. Ibnu Majah).

Jika seseorang meniatkan di awal pernikahannya sebagai satu niat untuk beribadah kepada-Nya, meninggalkan zina, dan mendekatkan diri kepada-Nya; maka dia akan memperoleh pahala sesuai dengan apa yang ia niatkan itu. Sebaliknya, jika ia mempunyai niat di awal pernikahannya hanya sekedar untuk mencari harta, pangkat, kedudukan, atau popularitas; maka ia akan mendapat balasan sesuai dengan apa yang dia niatkan. Bahkan dosa jika yang ia niatkan tersebut merupakan maksiat. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niat dan seseorang hanya akan mendapatkan sesuai dengan apa yang niatkan” (HR. Bukhari dan Muslim)


Tanggung Jawab Istri pada Diri Sendiri

Diantara tanggung jawab istri kepada diri sendiri diantaranya adalah:

1. Menuntut ilmu syar’i

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim” (HR. Ibnu Majah)

Yaitu :
- Ilmu tentang prinsip-prinsip ‘aqidah dan keimanan (Rukun Iman)
- Ilmu tentang apa-apa yang diwajibkan dalam rukun Islam, seperti syahadat, sholat, zakat, puasa, dan haji.
- Ilmu-ilmu penunjang yang bermanfaat lainnya.

Seorang ibu rumah tangga wajib mengetahui tentang pembatal-pembatal syahadat, wajib mengetahui bagaimana cara thaharah dan sholat yang benar, dan yang lain sebagainya. Tidak boleh terjadi pada seorang ibu bahwa ia tidak mengetahui tentang hukum-hukum haidh, padahal haidh adalah sesuatu yang rutin mendatanginya.

Bagaimana seorang ibu rumah tanga bisa menuntut ilmu di sela-sela kesibukannya mengurus rumah tangga ? Hal yang pertama bahwa ia harus menumbuhkan perasaan butuh dan cinta kepada ilmu. Jika seseorang telah mampu menumbuhkan perasaan itu pada dirinya, maka ia akan memanfaatkan semua kesempatan dimana ia bisa memperoleh ilmu, baik dalam majelis-majelis ilmu atau membaca buku-buku. Dalam seminggu, usahakanlah untuk dapat bermajelis ilmu minimal satu kali. Bisa ia menghadiri majelis-majelis ilmu secara khusus, atau bermajelis dengan suaminya untuk saling membacakan satu pembahasan dalam buku agama. Selain itu, ia bisa memanfaatkan beberapa waktu luang dengan membaca buku agama saat kesibukan belum menderanya, misalnya 15 – 20 menit sebelum sholat shubuh;atau 15 – 20 menit setelah ‘isya’ di saat anak-anak telah tidur di pembaringannya.

2. Mengamalkan ilmu yang telah diperoleh.

Adalah menjadi hal yang mutlak lagi wajib untuk mengamalkan ilmu. Amal adalah buah ilmu. Barangsiapa yang berilmu namun tidak beramal, ia laksana tumbuhan yang tidak memberikan manfaat bagi makhluk hidup di sekitarnya. Ilmu bisa menjadi pembela atau malah jadi bencana bagi diri kita sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Al-Qur’an itu bisa menjadi pembela bagimu atau menjadi bencana bagimu” (HR. Muslim)

Contoh mudah yang bisa kita lakukan adalah ketika kita tahu bagaiamana cara wudhu yang benar dari penjelasan Ustadz atau hasil membaca buku; maka dengan tidak menunda-nunda kita praktekkan pada diri kita jikalau mau melaksanakan sholat. Jika kita tahu tentang bahaya syirik, maka dengan segera kita bersihkan diri dan rumah tangga kita dari hal-hal yang berbau syirik seperti membuang segala macam jimat, rajah, gambar makhluk hidup, atau benda pusaka keramat peninggalan leluhur (yang tentunya harus dikomunikasikan secara bijaksana dengan suami). Dan yang lain sebagainya.


Tanggung Jawab Istri pada Suami

Tanggung jawab istri kepada suami terkait erat dengan pemenuhan hak-hak suami oleh istri. Harus menjadi satu pemahaman bahwa seorang laki-laki adalah pemimpin bagi wanita. Seorang suami adalah pemimpin bagi istri dan anak-anaknya di rumahnya. Allah swt berfirman : "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)" (QS. An-Nisaa’ : 34).

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah menggambarkan keagungan hak suami yang harus dipenuhi oleh istrinya dengan sabdanya : "Gambaran hak suami yang harus dipenuhi oleh istrinya adalah seandainya pada kulit suaminya itu ada borok (luka), lalu dia (istri) menjilatinya, maka dia belum benar-benar memenuhi hak suaminya" (HR. Ibnu Abi Syaibah 4/2/303 no. 17407; hasan).

"Seandainya aku boleh menyuruh seorang manusia untuk bersujud kepada manusia lainnya, niscaya akan aku suruh seorang wanita untuk bersujud kepada suaminya" (HR. At-Tirmidzi).

Ketaatan istri kepada suaminya merupakan salah satu faktor yang akan membawanya masuk surga. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : "Jika seorang wanita mengerjakan sholat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, dan taat kepada suaminya, maka akan dikatakan kepadanya : ‘Masuklah ke dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau sukai" (HR. Ibnu Hibban , shahih).

Beberapa kewajiban istri yang harus dipenuhi kepada suaminya antara lain adalah:

1. Patuh kepada perintah suami

Hushain bin Mihshan mengkisahkan: Bahwasannya bibinya pernah mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasalam untuk satu keperluan. Setelah menyelesaikan keperluannya, maka Nabi berkata kepadanya : ‘Apakah engkau bersuami ?’. Aku menjawab : ‘Ya’. Beliau melanjutkan : ‘Bagaimana sikapmu terhadapnya ?’. Aku menjawab : ‘Aku tidak pernah membantahnya/menolaknya kecuali pada perkara yang tidak sanggup aku lakukan’. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : "Maka perhatikanlah sikapmu terhadapnya, karena sesungguhnya dia (suamimu) adalah surga dan nerakamu" (HR. Ahmad).

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang model wanita yang paling baik, maka beliau menjawab : “Dia dalah seorang wanita yang patuh saat suaminya menyuruhnya, menarik saat suaminya memandangnya, menjaga kemuliaan suami dengan memelihara kehormatannya sendiri, dan mengurus harta suami” (HR. An-Nasa’i ,shahih).

Catatan : Taat ini dengan syarat : Hanya dalam hal yang ma’ruf bukan dalam kemaksiatan.

“Tidak ada ketaatan dalam perbuatan maksiat kepada Allah. Ketaatan hanya boleh dilakukan dalam kebaikan” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka, seorang istri tidak boleh taat kepada suaminya jika ia menyuruh untuk membuka jilbab, menemani seorang laki-laki yang bukan mahram tanpa ada suaminya, berbohong, dan lain-lain. Namun bukan pula berarti ia membatalkan ketaatannya secara keseluruhan. Ia tetap wajib taat pada hal-hal yang mubah dan yang disyari’atkan.

2. Tetap tinggal di rumah dan tidak keluar rumah kecuali setelah mendapat ijin dari suami.

Allah swt berfirman: “Dan hendaklah kamu tetap tinggal di rumah-rumah kalian dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyyah dahulu” (QS. Al-Ahzab : 33).

Tinggal di dalam rumah adalah hukum asal bagi seorang wanita. Ia tidak boleh keluar melainkan dengan sebab dan syarat. Sebabnya adalah karena hajat, dan syaratnya adalah ijin dari suami, berpakaian syar’i, tidak memakai wangi-wangian, dan yang lainnya (yang akan dijelaskan kemudian).

Untuk hal-hal yang sifatnya rutinitas dimana ia telah mendapatkan ijin dari suami secara umum, maka ia boleh keluar tanpa seijin suaminya (walau meminta ijin tetap lebih baik). Misalnya : keluar rumah untuk belanja di warung, menyapu halaman, dan lainnya.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan salah satu sebab mengapa wanita tinggal di dalam rumah : “Wanita itu adalah aurat. Apabila ia keluar rumah, maka akan dibanggakan oleh syaithan” (HR. At-Tirmidzi).

Hingga dalam permasalahan ibadah (sholat di masjid), rumah tetap lebih baik bagi seorang wanita, sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Janganlah kalian melarang kaum wanita pergi ke masjid; akan tetapi sholat di rumah adalah lebih baik bagi mereka” (HR. Abu Dawud)

3. Menerima ajakan suami.

Ini hukumnya wajib. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya, namun istrinya tersebut menolak (tanpa udzur yang dibenarkan syari’at) maka para malaikat akan melaknatnya hingga waktu shubuh tiba” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

4. Tidak memasukkan seseorang ke dalam rumah kecuali dengan seijin suami.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya kalian (para suami) memiliki hak yang harus dipenuhi mereka (para istri), agar mereka tidak mengijinkan seorangpun masuk ke pembaringanmu seseorang yang tidak kamu sukai” (HR. Muslim).

“Dan janganlah seorang wanita mengijinkan seseorang masuk ke dalam rumah suaminya sementara dia (suami) ada di sana, kecuali dengan ijin suaminya tersebut” (HR. Muslim).

Larangan ini berlaku untuk orang-orang yang memang suaminya tidak meridhainya. Namun bila orang tersebut termasuk orang-orang yang diridhai – semisal kaum kerabat -, maka ia diperbolehkan menerimanya masuk ke rumahnya dengan tetap menjaga kehormatan dirinya. Jika orang/tamu tersebut laki-laki bukan termasuk mahram (semisal : teman kerja suami atau tetangga), maka ia diperbolehkan untuk menerima dengan catatan aman dari fitnah dan menghindari khalwat (berdua-duaan). Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan dengan wanita kecuali bersama mahramnya” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

5. Tidak bersedekah dengan harta suami kecuali mendapat ijin darinya

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Janganlah seorang wanita menginfakkan sesuatu dari rumah suaminya kecuali seijin suaminya tersebut” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

6. Berterima kasih kepada suami dan tidak mengingkari kebaikannya, serta memperlakukan suami dengan baik.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah tidak akan melihat kepada wanita yang tidak berterima kasih kepada suaminya, padahal ia tidak mungkin lepas dari ketergantungan padanya” (HR. Nasa’i)
Berterima kasih ini tidak hanya sebatas lisan, tapi terwujud pada penampakan rasa bahagia dan nyaman selama mendampingi suami dan melayani kebutuhannya dan kebutuhan anak-anaknya, tidak mengabaikannya, tidak mengeluh dengan segala kondisi yang dialami bersamanya, dan yang lainnya.

7. Tidak mengungkit-ungkit kebaikannya kepada suami, jika kebetulan dia menafkahi suami dan anak-anaknya.

Adakalanya seorang suami diberi cobaan berupa sakit, cacat, atau yang semisalnya sehingga ia tidak bisa memberi nafkah sebagaimana mestinya; yang dengan itu istri menjadi tulang punggung keluarga untuk mencari nafkah. Haram hukumnya mengungkit-ungkit kebaikannya itu. Allah telah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)” (QS. Al-Baqarah : 264).

8. Selalu menjaga keutuhan rumah tangga dan tidak menuntut cerai tanpa alasan yang dibenarkan oleh syari’at.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Wanita mana saja yang menuntut cerai kepada suaminya tanpa ada masalah yang berarti (menurut kacamata syari’at), maka diharamkan baginya wangi bau surga” (HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah , Ahmad).

Dan ingatlah wahai para wanita bahwa engkau telah Allah jadikan salah satu perhiasan dunia. Dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah” (HR. Muslim).


Tanggung Jawab Istri pada Anak

1. Menyusui anak hingga usia dua tahun.

Allah swt berfirman: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan” (QS. Al-Baqarah : 233).

2. Mengasuh, memperhatikan, dan memelihara anak dengan nafkah yang diberikan oleh suami.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah memerintahkan kepada Hindun radliyallaahu ‘anhaa: “Ambillah dengan baik (dari harta suamimu) sebatas mencukupi keperluanmu dan anakmu” (HR. Bukhari dan Muslim).

3. Mendidik anak dengan pendidikan yang baik dan Islami.
Hal utama yang harus diberikan dan diperhatikan adalah pendidikan agama, sebab pendidikan ini merupakan dasar yang akan membentuk tingkah laku anak di kemudian hari. Penanaman aqidah tauhid yang kuat adalah mutlak diberikan. Anak harus tahu kewajiban dan tugas mengapa ia dilahirkan di muka bumi, yaitu untuk beribadah kepada Allah semata tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Juga dengan penanaman prinsip-prinsip keimanan dalam rukun iman. Kemudian diikuti dengan penanaman kewajiban yang termasuk dalam rukun Islam yang lain seperti sholat, zakat, puasa, dan haji. Dari konsep pembangunan anak yang beriman dan beramal shalih, tentu saja harapan kita kelak ia menjadi sesuatu yang berharga yang dapat bermanfaat bagi kita di akhirat. Dan itulah yang diisyaratkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam:“Apabila seseorang meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal, yaitu : shadaqah jariyyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau anak shalih yang mendoakannya” (HR. Muslim). Wallahu a’lam