Rabu, Mei 27, 2009

Cinta Dunia yang Berlebih


Rasulullah saw adalah contoh seorang pemimpin yang sangat dicintai umatnya; seorang suami yang menjadi kebanggaan keluarganya; pengusaha yang dititipi dunia tapi tak diperbudak oleh dunia karena beliau adalah orang yang sangat terpelihara hatinya dari silaunya dunia. Tidak ada cinta terhadap dunia kecuali cinta terhadap Allah. Kalaupun ada cinta pada dunia, hakikatnya itu adalah cinta karena Allah. Inilah salah satu rahasia sukses Rasulullah saw.

Apa yang dimaksud dengan dunia? Firman-Nya, “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan… Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadiid:20)

Dunia adalah segala sesuatu yang membuat kita lalai kepada Allah swt. Misalnya, salat, saum atau sedekah, tetap dikatakan urusan dunia jika niatnya ingin dipuji makhluk hingga hati lalai terhadap Allah swt.

Sebaliknya, orang yang sibuk siang malam mencari uang untuk didistribusikan kepada yang memerlukan atau untuk kemaslahatan umat — bukan untuk kepentingan pribadi — bukan untuk kepentingan pribadi terhadap Allah swt, walau aktivitasnya seolah duniawi. Artinya, segala sesuatu yang membuat kita taat kepada Allah swt, maka hal itu bukanlah urusan dunia.

Bagaimana ciri orang yang cinta dunia? Jika seseorang mencintai sesuatu, maka dia akan diperbudak oleh apa yang dicintainya. Jika orang sudah cinta dunia, maka akan datang berbagai penyakit hati. Ada yang menjadi sombong, dengki, serakah atau capek memikirkan yang tak ada. Makin cinta pada dunia, makin serakah. Bahkan, bisa berbuat keji untuk mendapatkan dunia yang diinginkannya. Pikirannya selalu dunia, pontang-panting siang malam mengejar dunia untuk kepentingan dirinya.

Ciri lainnya adalah takut kehilangan. Seperti orang yang bersandar ke kursi, maka akan takut sandarannya diambil. Orang yang bersandar ke pangkat atau kedudukan, maka ia akan takut pangkat atau kedudukannya diambil. Oleh sebab itu, pencinta dunia itu tidak pernah merasa bahagia.

Rasulullah saw yang mulia, walau dunia lekat dan mudah baginya, tetapi semua itu tidak pernah sampai mencuri hatinya. Misalnya, saat pakaian dan kuda terbaiknya ada yang meminta, beliau memberikannya dengan ringan. Beliau juga pernah menyedekahkan kambing satu lembah. Inilah yang membuat beliau tak pernah terpikir untuk berbuat aniaya.

Semua yang ada di langit dan di bumi titipan Allah swt semata. Kita tidak mempunyai apa-apa. Hidup di dunia hanya mampir sebentar saja. Terlahir sebagai bayi, membesar sebentar, semakin tua, dan akhirnya mati. Kemudian terlahir manusia berikutnya, begitu seterusnya.

Bagi orang-orang yang telah sampai pada keyakinan bahwa semuanya titipan Allah dan total milik-Nya, ia tidak akan pernah sombong, minder, iri ataupun dengki. Sebaliknya, ia akan selalu siap titipannya diambil oleh Pemiliknya, karena segala sesuatu dalam kehidupan dunia ini tidak ada artinya. Harta, gelar, pangkat, jabatan, dan popularitas tidak akan ada artinya jika tidak digunakan di jalan Allah. Hal yang berarti dalam hidup ini hanyalah amal-amal kita. Oleh sebab itu, jangan pernah keberadaan atau tiadanya “dunia” ini meracuni hati kita. Jika memiliki harta dunia, jangan sampai sombong, dan jika tidak adanya pun, tidak perlu minder.

Kita harus meyakini bahwa siapa pun yang tidak pernah berusaha melepaskan dirinya dari kecintaan terhadap dunia, maka akan sengsara hidupnya. Mengapa? Sumber segala fitnah dan kesalahan adalah ketika seseorang begitu mencintai dunia. Semoga Allah swt mengaruniakan pada kita nikmatnya hidup yang tak terbelenggu oleh dunia. Wallahu a’lam. (KH. Abdullah Gymnastiar)

Selasa, Mei 26, 2009

Ikhlas Karena Allah swt

Dunia adalah ujian bagi seluruh penghuninya, terutama manusia yang memang telah diciptakan dengan nafsu, akal, dan hati. Manusia yang memang telah ditakdirkan oleh Allah swt untuk menjadi khalifah di muka bumi, tentu tidak akan ada yang dapat terlewat dari jerat ujian dan cobaan hidup yang diberikan oleh Allah swt.

Ikhlas, adalah sebuah kata sederhana yang hanya tersusun dari lima huruf saja. Ikhlas, merupakan sebuah kata yang mengandung makna yang sangat indah. Kata ini sangat mudah untuk diucapkan, namun sangat sulit untuk direalisasikan.

Dalam ajaran agama Islam, kata ikhlas ini senantiasa dikaitkan dengan ridho Allah swt. Artinya, sebuah perbuatan baru dikatakan sebagai perbuatan yang ikhlas manakala tidak mengharapkan imbalan sekecil apapun, kecuali hanya mengharapkan balasan dan ridho Allah swt. Hal ini telah disampaikan oleh Allah swt di dalam Al Quran yang artinya:

“Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, dan berkata: “Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan kepada kami sebahagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah”, (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka).” (QS. At Taubah : 59)

Ikhlas, yaitu bersih dari segala bentuk pamrih dan harapan kepada selain Allah swt, sebesar apapun pamrih dan harapan tersebut. Satu-satunya harapan yang boleh dan wajib ada di dalam sebuah keikhlasan hanyalah keridhoan Allah swt semata. Berikut kami sajikan sekelumit kisah yang menggambarkan betapa pentingnya sifat ikhlas bagi manusia.

Abdullah bin ‘Umar ra berkata: Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda, ”Terjadi pada masa dahulu sebelum kamu, tiga orang berjalan-jalan hingga terpaksa bermalam dalam sebuah gua. Ketika mereka telah berada di dalam gua itu, tiba-tiba jatuh sebuah batu besar dari atas bukit dan menutupi pintu gua itu, hingga mereka tidak dapat keluar. Maka berkatalah mereka: “Sungguh, tiada suatu apapun yang dapat menyelamatkan kami dari bahaya ini, kecuali jika tawassul kepada Allah swt dengan amal-amal shalih yang pernah kami lakukan dahulu kala”. Maka berkatalah salah seorang dari mereka: “Ya Allah, dahulu saya mempunyai ayah dan ibu, dan saya biasa tidak memberi minuman susu kepada seorangpun sebelum keduanya (ayah-ibu), baik pada keluarga atau hamba sahaya, maka pada suatu hari agak kejauhan bagiku menggembala ternak, hingga tidak kembali pada keduanya, kecuali sesudah malam dan ayah bundaku telah tidur. Maka saya terus memerah susu untuk keduanya, dan sayapun tidak akan memberikan itu kepada siapapun sebelum ayah bunda itu. Maka saya tunggu keduanya hingga terbit fajar, maka bangunlah keduanya dan minum dari susu yang saya perahkan itu. Padahal semalam itu juga anak-anakku sedang menangis meminta susu itu, di dekat kakiku. Ya Allah, jika apa yang saya perbuat itu benar-benar karena mengharapkan keridhoan-Mu, maka lapangkanlah keaaan kami ini”. Maka menyisih sedikit batu itu, hanya saja mereka belum dapat keluar daripadanya.

Kemudian, berdoalah yang kedua dari mereka: “Ya Allah, dahulu saya pernah terikat cinta kasih pada anak gadis pamanku, maka karena rasa cinta kasihku itu, saya selalu merayu dan ingin berzina dengannya, tetapi ia selalu menolak hingga terjadi pada suatu saat ia menderita kelaparan dan datang meminta bantuan kepadaku, maka saya berikan kepadanya uang seratus dua puluh dinar, tetapi dengan janji bahwa ia akan menyerahkan dirinya kepadaku pada malam harinya. Kemudian ketika saya telah berada di antara kedua kakinya, tiba-tiba ia berkata: ‘Takutlah kepada Allah swt dan janganlah kau pecahkan tutup kecuali dengan cara yang halal’. Maka saya segera bangun daripadanya padahal saya masih tetap menginginkannya, dan saya tinggalkna dinar mas yang telah saya berikan kepadanya itu. Ya Allah, jika saya berbuat itu semata-semata hanya karena mengharap ridho-Mu, maka hindarkanlah kami dari kemalangan ini”. Maka bergeraklah batu itu menyisih sedikit, tetapi mereka masih belum dapat keluar dari gua tersebut.

Maka berdoalah orang ketiga dari mereka: “Ya Allah, saya dahulu sebagai majikan, mempunyai banyak buruh pegawai, dan pada suatu hari ketika saya membayar upah buruh-buruh itu, tiba-tiba ada seorang dari mereka yang tidak sabar menunggu, segera ia pergi meninggalkan upah dan terus pulang ke rumahnya tidak kembali. Maka saya pergunakan upah itu hingga bertambah dan berbuah hingga merupakan kekayaan. Kemudian setelah lama, datanglah buruh itu dan berkata: ‘Hai Abdullah, berikanlah kepadaku upahku yang dahulu itu!’ Jawabku: ‘Semua kekayaan yang di depanmu itu daripada upahmu yang berupa unta, lembu dan kambing serta budak penggembalanya itu’. Berkata orang itu: ‘Hai Abdullah, kamu jangan mengejek kepadaku’. Jawabku: ‘Aku tidak mengejek kepadamu. Maka diambilnya semua yang saya sebut itu dan tidak meninggalka satupun daripadanya’. Ya Allah, jika saya berbuat itu hanya karena mengharapkan keridhoan-Mu, maka hindarkanlah kami dari kesempitan ini”. Tiba-tiba menyisihlah batu itu hingga keluarlah mereka dengan selamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sumber: Kitab Riyadhus Shalihin I

Dari sekelumit kisah di atas, dapat kita petik pelajaran bahwa sifat ikhlas yang hanya mengharapkan ridho Allah swt akan senantiasa mendapatkan balasan dari Allah swt. Dengan keikhlasan yang tertanam di dalam jiwa seorang muslim, niscaya Allah swt akan senantiasa memberikan kemudahan atau jalan keluar bagi setiap kesulitan dan berbagai macam cobaan yang menimpanya.

Wallahua’lam

Senin, Mei 25, 2009

Mengingat Allah dengan Dzikir


Dzikir adalah mengingat Allah swt dengan menyebut dan memuji nama-Nya. Orang beriman yang senantiasa mengingat Allah swt akan merasa tenang dan tenteram, karena Allah selalu ada dalam hati dan pikirannya. Allah swt berfirman: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar’rad:28). Bagi orang yang sedang merasakan kesusahan atau sedang dirundung suatu masalah besar, dzikir dapat membantu hatinya agar merasa tenang, serta berikhtiar dan mengembalikannya kepada Allah swt.

Berbeda dengan orang yang tidak pernah berdzikir, ia tidak pernah mengingat Allah, ia hanya memikirkan kehidupan di dunia, tanpa ingat siapa yang memberikan kenikmatan di dunia itu. Rasulullah saw bersabda: “Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah dengan yang tidak berdzikir itu seperti orang yang hidup dengan yang mati“. (HR. Bukhari). Maka sudah semestinya kita hidup di dunia ini selalu bersyukur kepada Allah swt.

Salah satu perwujudan rasa syukur kita yaitu dengan berdzikir (mengingat Allah). Dzikir juga merupakan ibadah seorang muslim yang sarat akan pahala. Allah swt memerintahkan kita untuk berdzikir sebanyak-banyaknya sebagai ibadah dan ketakwaan kepada-Nya, Firman swt:“Hai orang–orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak–banyaknya. Dan bertasbihlah kepada- Nya di waktu pagi dan petang.” (QS. Al Ahzab : 41–42).

Selain itu, terdapat beberapa faedah dzikir, antara lain:

  • Mendapatkan ridho Allah swt, pahala, dan ampunan-Nya. Firman Allah swt: “Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Ahzab : 35).
  • Dengan mengingat Allah, Allah pun akan mengingat kita pula. Allah swt berfirman: “Karena itu, ingatlah kamu kepada Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu (dengan memberikan rahmat dan pengampunan)”. (Al Baqarah : 152)
  • “Barangsiapa mengucapkan “LAA ILAAHA ILLALLAAH WAHDAHU LAA SYARIIKALAHU LAHUL MULKU , WALAHUL HAMDU WAHUWA ‘ALAA KULLI SYAI’IN QODIIR” (tidak ada ilah kecuali Allah, yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya pula segala pujian. Dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu) setiap hari 100x, niscaya ucapannya itu menyamai pahala membebaskan sepuluh budak. Juga, ditulis baginya 100 kebaikan, dan dihapus darinya 100 kejelekan. Juga, dalam sehari itu dia dijaga setan sampai sore harinya. Tidak ada seorang pun yang mengamalkan sesuatu yang lebih baik darinya selain orang yang mengucapkan lebih banyak darinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
  • “Barangsiapa mengucapkan “SUBHAANALLOH WABIHAMDIHI” (Maha Suci Allah dengan segala pujian bagi-Nya) niscaya ditanamkan baginya sebatang pohon kurma di surga. (Hadist Shahih diriwayatkan oleh at-Tirmidzi)
  • Dzikir dapat menjauhkan kita dari lisan yang tidak bermanfaat seperti ghibah dan sebagainya yang diharamkan oleh Allah swt, serta terhindar dari segala jenis penyakit hati. Dengan dzikir mulut kita selalu mengucapkan asma-Nya dan hati kita selalu mengingat-Nya.
  • Dengan berdzikir berarti banyak menyebut nama Allah, dan kita akan beruntung. Firman Allah swt: “Dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (QS. Al Anfal : 45).

Sabtu, Mei 23, 2009

Amal-Amal Penyelamat Umat Muhammad


Suatu ketika terjadi tabrakan yang sangat keras antara dua kendaraan, yang menyebabkan pengendaranya luka berat. Masyarakat pun berdatangan untuk memberikan pertolongan. Pengendara pertama yang ditolong ternyata seorang pemuda. Wajahnya bersih bersinar dan tampak tersenyum kendati tubuhnya penuh luka. Ia tengah menghadapi sakaratul maut. Kedua bibirnya tampak bergerak-gerak seperti mengucapkan sesuatu. Seseorang yang menolongnya mencoba mendekatkan telinganya ke bibir pemuda itu, ia tercenung bercampur haru dan takjub. Apa yang didengarnya? Ternyata pemuda itu tengah melafalkan ayat suci Alquran hingga menghembuskan napas terakhirnya.

Adapun pengendara kedua, juga seorang pemuda. Tubuhnya penuh luka, dan bibirnya pun bergerak-gerak seperti mengucapkan sesuatu. Si penolong itu merasa penasaran dan mendekatkan telinganya ke bibir sang pemuda. Apa yang didengarnya? Ternyata dari bibir pemuda itu terlantun sebuah lagu rock, dan ini terus terdengar dari mulutnya hingga tarikan napasnya yang penghabisan. Belakangan si penolong mengetahui lebih jauh tentang siapa pemuda yang pertama tadi.

Ternyata pemuda itu tengah melakukan tugas rutin yang dilakukannya setiap bulan, yaitu mengunjungi fakir miskin di suatu kampung untuk membagikan makanan dan pakaian bekas yang ia kumpulkan selama satu bulan. Saat kejadian itu pun tampak di mobilnya beberapa bungkus makanan dan pakaian. Sementara di dashboard mobilnya ditemukan beberapa kaset bacaan Alquran dan ceramah.

Bagaimana dengan pemuda yang satunya lagi? Tentu tidak perlu diungkapkan lebih lanjut di sini. Hanya saja, dengan kejadian tersebut, si penolong dan tentu kita semua seakan diberi gambaran oleh Allah SWT tentang amal seseorang ketika hidup dan kira-kira apa yang dialami keduanya setelah nyawanya tercerabut. Oleh karena itu, Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah menukilkan sebuah Hadis Rasulullah yang cukup panjang tentang amalan-amalan yang bisa menyelamatkan seseorang dari kesulitan di akhirat kelak.

Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Madini berbunyi, Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya aku semalam bermimpi melihat hal yang sangat menakjubkan. Aku melihat seorang dari umatku yang didatangi oleh malaikat untuk mencabut nyawanya, lalu datang amalnya kepadanya dalam berbakti kepada dua orang tuanya, sehingga amal itu membuat malaikat itu kembali lagi.

Aku melihat seseorang yang telah dipersiapkan kepadanya siksa kubur, lalu datang wudhunya, sehingga wudhunya itu menyelamatkannya dari siksa kubur. Aku melihat seseorang yang telah dikepung banyak setan, lalu datang kepadanya zikirnya kepada Allah, sehingga zikirnya itu mengusir setan-setan tersebut darinya. Aku melihat seseorang yang kehausan, sedang tiap kali ia mendekati telaga, ia diusir darinya. Lalu, datanglah shaum Ramadhannya, sehingga shaumnya itu memberikan minum kepadanya. Aku melihat seseorang di mana para nabi masing-masing duduk dalam halaqah, ia diusir dan dilarang untuk bergabung ke dalamnya.

Lalu, datanglah mandinya dari hadas besar, sehingga mandinya itu membimbing ia dengan memegang tangannya seraya mendudukannya di sampingku. Aku melihat seseorang yang di depannya gelap sekali, begitu pula di belakang, atas, dan bawahnya, sehingga ia kebingungan mencari arah jalannya. Datanglah kepadanya haji dan umrahnya, lalu keduanya mengeluarkan ia dari kegelapan tersebut dan memasukkannya ke dalam tempat yang terang sekali. Aku melihat seseorang yang melindungi mukanya dengan tangannya dari panasnya kobaran api, lalu datang sedekahnya kepadanya dengan menutupi kobaran api dari mukanya seraya membimbingnya ke hadapan Allah SWT.

Aku melihat seseorang yang mengajak bicara orang-orang mukmin, tetapi mereka mendiamkannya. Datanglah silaturahminya seraya berkata, 'Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya ia adalah orang yang melakukan silaturahmi, maka ajaklah dia bicara'. Maka, orang tersebut diajak bicara oleh semua orang mukmin dan mereka mengulurkan tangan untuk berjabatan dengannya, sementara ia pun mengulurkan tangannya untuk berjabatan dengan mereka.

Aku melihat seseorang yang telah dicengkeram Malaikat Jabaniyyah, lalu datanglah kepadanya amal ma'ruf nahyi munkar-nya, hingga amalnya itu menyelamatkan ia dari siksa Jabaniyyah dan memasukannya ke dalam lingkungan malaikat rahmat. Aku melihat seseorang yang jalannya merangkak dengan kedua lututnya dan di depannya terdapat tabir yang memisahkan ia dengan Allah, lalu datanglah akhlak baiknya seraya memegang tangan dan membimbingnya ke hadirat Allah SWT.

Aku melihat seseorang yang catatan amalnya datang dari sebelah kirinya, lalu datanglah takwanya kepada Allah dan mengambil buku tersebut dengan meletakkannya di tangan kanannya. Aku melihat orang yang timbangan amalnya sangat ringan, lalu datang anak-anaknya yang meninggal waktu kecil, sehingga mereka memberatkan timbangan amal baiknya tersebut. Aku melihat seseorang yang berdiri di tebing Jahannam, lalu datanglah harapannya kepada Allah, hingga harapannya itu menyelamatkannya dari Jahannam dan ia berjalan menuju syurga dengan selamat.

Aku melihat seseorang yang terpelanting di atas neraka, lalu datanglah air matanya karena takut pada Allah, hingga air mata itu menyelamatkannya dari jatuh ke neraka. Aku melihat seseorang yang tengah berada di atas jembatan dengan tubuh gemetar, lalu datang husnudzannya pada Allah, hingga sikapnya itu menjadikan dia tenang dan ia pun berjalan dengan lancar.

Aku melihat seseorang yang jatuh bangun di atas jembatan. Terkadang ia merangkak, terkadang pula ia menggantung. Lalu datanglah shalatnya menegakkan kedua kakinya dan menyelamatkannya hingga ia mampu menyeberangi jembatan sampai ke pintu syurga. Aku pun melihat pula seseorang yang telah sampai ke pintu syurga, semua pintu ditutup baginya. Lalu datanglah syahadatnya, sehingga dibukalah pintu syurga dan ia pun bisa masuk ke dalamnya". Itulah gambaran tentang amalan-amalan yang dengan izin Allah SWT bisa menjadi penyelamat umat Muhammad SAW yang benar-benar melaksanakan perintah Allah dan sunnah Rasulullah dengan hati ikhlas.( KH Abdullah Gymnastiar)

Larangan Berzina


Saat ini kita hidup dalam zaman amat sangat terbuka. Bahkan karena terlalu terbukanya pergaulan dalam masyarakat, nilai-nilai agama pun mulai ditinggalkan. Lihat saja sekarang, dengan mudah kita dapat menemukan berbagai kemaksiatan di sekitar kita. Bahkan hal-hal yang menjurus pada perbuatan zina terpampang di sekitar kita.

Anak-anak muda zaman sekarang seakan-akan berlomba dalam hal ini. Begitu banyak gadis-gadis yang mempertontonkan kemolekan tubuhnya secara bebas, hubungan dengan lawan jenis yang melewati batas, dan banyak lagi hal-hal yang membuat perzinahan seakan-akan menjadi sesuatu yang wajar-wajar saja. Ditambah lagi dengan lemahnya iman dan ilmu agama yang dimiliki, membuat perzinahan semakin merajalela.

Padahal, jelas-jelas islam telah melarang kita untuk melakukan perbuatan zina. Jangankan melakukannya, mendekati saja kita sudah tidak boleh. Tentunya perintah untuk tidak mendekati dan melakukan perbuatan zina bukanlah tanpa sebab. Perbuatan zina merupakan sebuah perbuatan yang keji, yang dapat mendatangkan kemudharatan bukan hanay kepada pelakunya, namun juga kepada orang lain.

Banyak sekali dalil-dalil baik dari Al Quran maupun hadist yang melarang perbuatan zina ini. Dalil-dalil yang berisi larangan untuk melakukan perbuatan zina diantaranya adalah:

Dalil Dari Al Quran:

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ
الزَّانِي لَا يَنكِحُ إلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin," (an-Nuur: 2-3).

وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً

"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk," (al-Israa': 32)

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهاً آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَاماً
يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَاناً

"Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina," (al-Furqaan: 68-69).

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَى أَن لَّا يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئاً وَلَا يَسْرِقْنَ وَلَا يَزْنِينَ وَلَا يَقْتُلْنَ أَوْلَادَهُنَّ وَلَا يَأْتِينَ بِبُهْتَانٍ يَفْتَرِينَهُ بَيْنَ أَيْدِيهِنَّ وَأَرْجُلِهِنَّ وَلَا يَعْصِينَكَ فِي مَعْرُوفٍ فَبَايِعْهُنَّ وَاسْتَغْفِرْ لَهُنَّ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

"Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang," (al-Mumtahanah: 12).

Dalil dari Hadist Rasulullah saw:

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Tiga jenis orang yang Allah tidak mengajak berbicara pada hari kiamat, tidak mensucikan mereka, tidak melihat kepada mereka, dan bagi mereka adzab yang pedih: Orang yang berzina, penguasa yang pendusta, dan orang miskin yang sombong," (HR Muslim [107]).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, bahwasanya Rauslullah saw. bersabda, "Tidaklah berzina seorang pezina saat berzina sedang ia dalam keadaan mukmin,"

Masih diriwayatkan darinya dari Nabi saw. beliau bersabda, "Jika seorang hamba berzina maka keluarlah darinya keimanan dan jadilah ia seperti awan mendung. Jika ia meninggalkan zina maka kembalilah keimanan itu kepadanya," (Shahih, HR Abu Dawud [4690]).

Diriwayatkan dari al-Miqdad bin al-Aswad r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda kepada para sahabatnya, "Bagaimana pandangan kalian tentang zina?" Mereka berkata, "Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkannya maka ia haram sampai hari kiamat." Beliau bersabda, "Sekiranya seorang laki-laki berzina dengan sepuluh orang wanita itu lebih ringan daripada ia berzina dengan isteri tetangganya," (Shahih, HR Bukhari dalam Adabul Mufrad [103]).

Kandungan Dalil tentang Zina

Dari dalil-dalil tersebut, kita dapat mengambil beberapa kesimpulan tentang larangan zina dalam islam. Ksimpulan yang dapat kita ambil diantaranya adalah:

1. Kerasnya pengharaman zina. Zina adalah seburuk-buruk jalan dan sejelek-jelek perbuatan. Terkumpul padanya seluruh bentuk kejelekan yakni kurangnya agama, tidak adanya wara', rusaknya muru'ah (kehormatan) dan tipisnya rasa cemburu. Hingga engkau tidak akan menjumpai seorang pezina itu memiliki sifat wara', menepati perjanjian, benar dalam ucapan, menjaga persahabatan, dan memiliki kecemburuan yang sempurna kepada keluarganya. Yang ada tipu daya, kedustaan, khianat, tidak memiliki rasa malu, tidak muraqabah, tidak menjauhi perkara haram, dan telah hilang kecemburuan dalam hatinya dari cabang-cabang dan perkara-perkara yang memperbaikinya. (lihat Raudhatul Muhibbin [360]).

2. Ancaman yang keras terhadap pelaku zina. Dan hukuman bagi pezina dikhususkan dengan beberapa perkara:

a. Kerasnya hukuman
b. Diumumkannya hukuman
c. Larangan menaruh rasa kasihan kepada pezina

3. Hukuman bagi pezina yang belum menikah adalah dicambuk seratus kali dan diasingkan selama satu tahun. Dan hukuman bagi pelaku zina yang telah menikah adalah dirajam sampai mati. Rasulullah saw. telah merajam sebanyak enam orang di antaranya adalah Mu'iz, wanita al-Ghamidiyah dan lain-lain.

4. Adapun berzina dengan wanita yang masih mahram mewajibkan hukuman yang sangat keras, yakni dibunuh.

Ibnul Qayyim berkata dalam Raudhatul Muhibbin (374), "Adapun jika perbuatan keji itu dilakukan dengan orang yang masih memiliki hubungan kekeluargaan dari para mahramnya, itu adalah perbuatan yang membinasakan. Dan wajib dibunuh pelakunya bagaimanapun keadaannya. Ini adalah pendapat Imam Ahmad dan yang lainnya."

5. Zina ada beberapa cabang, seperti zina mata, zina lisan, dan zina anggota badan. Disebutkan dalam hadits Abu Hurairah r.a, Rasulullah saw. bersabda, "Allah telah menetapkan atas setiap Bani Adam bagiannya dari zina yang tidak bisa tidak pasti ia mendapatinya. Zina mata adalah melihat, zina lisan adalah berbicara, hati berangan-angan serta bernafsu dan kemaluan membenarkan atau mendustakannya."

Marilah kita selalu berlindung kepada Allah SWT dan memohon pertolongan dan bimbingan-Nya agar dapat terhindar dari semua perbuatan yang menjurus kepada kemaksiatan.

Wallahu a’lam

Jumat, Mei 22, 2009

Ikhlas


Dalam Rukun Iman keenam menyebutkan bahwa umat Muslim wajib mempercayai takdir dan ketentuan Allah SWT (Qada dan Qadar). Artinya, Allah SWT memiliki kuasa penuh atas jagad raya dan isinya, termasuk manusia sebagai salah satu ciptaan-Nya. Sebagai Sang Pencipta, Allah SWT sudah menuliskan takdir atas hambanya jauh sebelum ia dilahirkan ke dunia. Oleh karena itu, sebagai manusia kita hanya dapat menyempurnakan ikhtiar dengan melakukan amalan-amalan soleh dengan hati yang ikhlas.

Islam menganjurkan umatnya agar ikhlas dalam melakukan segala perbuatan. Ikhlas dalam beribadah, ikhlas dalam beramal, ikhlas dalam bekerja, ikhlas dalam menerima jalan hidup yang telah digariskan oleh Allah SWT.

Ikhlas artinya bersih, murni. Ikhlas dalam beribadah dan beramal soleh yaitu semata-mata hanya untuk Allah SWT dan mengharap ridho dari-Nya. Allah sangat mencintai umatnya yang beribadah dengan ikhlas. Seperti sabda Rasulullah SAW, “Hendaknya engkau beribadah kepada Allah seolah-oleh engkau melihat-Nya. Maka jika engkau tidak dapat melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihatmu.” (HR. Muslim).

Ciri seorang mukmin yang ikhlas yaitu tidak mengharapkan pujian dari orang lain. Ia pun tidak mengharapkan balasan yang muluk-muluk dari Allah SWT, melainkan pahala, rahmat, dan ridho dari Alah SWT. Sebaliknya, bila seseorang melakukan suatu perbuatan bukan karena Allah maka ia akan terjerumus dalam perbuatan dosa, yaitu riya. Rasulullah SAW telah memperingati kita akan penyakit hati ini, “Sesungguhnya yang aku khawatirkan atas diri kalian adalah syirik kecil, yaitu riya.” (HR. Ahmad Shahih).

Selain ikhlas dalam beribadah dan beramal soleh, ikhlas juga dibutuhkan oleh setiap manusia dalam menerima takdir dan ketentuan Allah SWT. Kesenangan, kesusahan, kehidupan, kematian, dan lain sebagainya merupakan rahasia Allah yang tidak satupun manusia mengetahuinya lebih dulu. Seseorang yang ikhlas berarti ia dapat menerima apa yang telah Allah berikan kepadanya, tentunya setelah ikhtiar yang telah dilakukannya.

Ciri seorang mukmin yang ikhlas yaitu tidak cepat kecewa dan putus asa. Bila dalam doa dan usahanya Allah belum memberinya, ia akan menerimanya dengan keikhlasan. Begitupun bila Allah telah mengabulkan doanya dan memenuhi permintaannya, ia akan bersyukur dan menerimanya dengan hati yang ikhlas pula. Dengan keikhlasan, hatinya akan menjadi lapang dan Allah pun memberkahinya.

Dikisahkan pada suatu hari Ali bin Abi Thalib menemui ‘Adi bin Hatim yang nampak kusut masai. Raut mukanya menggambarkan kesedihan yang berat. Ali bin Abi Thalib bertanya padanya, “Mengapa engkau tampak bersedih hati?” Adi menjawab, “Bagaimana aku tidak sedih, sedangkan dua orang anakku terbunuh dan mataku tercongkel dalam pertempuran.” Ali menyahut, “Barang siapa ridho terhadap takdir Allah, maka takdir itu tetap berlaku atasnya dan ia mendapatkan pahala-Nya. Dan barang siapa yang tidak ridho terhadap takdir-Nya, maka takdir itu pun tetap berlaku atasnya dan terhapuslah pahalanya.”

Untuk itu, setiap umat muslim hendaknya ikhlas dan ridho atas apa yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Sehingga dalam mengalami suatu ujian yang diberikan Allah SWT, kita tetap bisa bertawakal kepada-Nya.
Wallahu’alam

Menjaga Iman Islam


Setiap muslim wajib menjaga iman islam. Iman islam adalah pegangan utama yang harus dimiliki oleh setiap manusia. Tanpa iman islam, seseorang bagaikan pohon yang kekeringan karna tidak adanya siraman agama, dan akhirnya goyah bahkan mati secara rohani. Iman islam adalah akidah agama yang memang harus senantiasa dipupuk agar mendapatkan kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan akhirat.

Iman islam dalam diri seseorang tergantung dari dirinya sendiri serta lingkungannya. Apabila ia memiliki kemauan untuk selalu memperdalam ilmu agamanya, serta lingkungannya pun mendukung, maka akan bertambahlah keimanannya itu. Namun apabila ia seolah hanya mementingkan kehidupan di dunia tanpa ingat akan kehidupan di akhirat kelak, maka dapatlah dikatakan ia tak memiliki iman islam.

Menjaga iman islam yaitu menjaga ketaatan dan ketakwaan kepada Allah swt. Semakin taat kepada Allah swt, maka semakin tinggi pula iman islam seseorang. Sebaliknya, orang yang selalu berpaling dari Allah swt dan perintah-perintah-Nya, dapat menyebabkan lemahnya iman islam. Kelemahan iman islam pun akan mengakibatkan orang tersebut selalu berbuat maksiat dan tidak pernah mengerjakan amal sholeh.

Berikut ini hal-hal yang dapat dilakukan dalam usaha menjaga dan mempertebal iman islam:

  • Selalu mendekatkan diri kepada Allah swt.
  • Mengenal Allah swt, nama-nama dan sifat-sifat Allah swt.
  • Membaca dan mengkaji Al Quran karena didalamnya berupa ayat-ayat Allah, serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
  • Memperbanyak berbuat kebaikan/amal-amal sholeh.
  • Meninggalkan segalabentuk maksiat.
  • Bergaul dengan orang-orang beriman.
  • Menciptakan lingkungan yang islami, dapat dimulai dari rumah kita sendiri yaitu dengan ibadah-ibadah harian wajib dan sunnah, serta mengajari anak-anak kita. Kemudian tak lupa pula meramaikan masjid yang ada di lingkungan kita dengan sholat berjamaah dan majlis ta’lim.

Semoga Allah swt selalu memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita agar selalu bisa menjaga iman islam, bahkan meningkatkannya. Rasulullah saw menganjurkan kita untuk selalu beristiqomah dalam menjaga iman islam. Dari Abu ‘Amr Sufyan bin Abdillah ra: aku berkata kepada Rasulullah saw: “Wahai Rasulullah, sampaikanlah kepadaku satu perkataan yang aku tidak akan bertanya lagi setelahnya kepada selainmu.” Rasulullah saw bersabda: “Katakanlah aku beriman kepada Allah kemudian istiqamahlah.” (HR. Muslim)

Senin, Mei 18, 2009

Rasul Allah swt


"Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang rasul membawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin Allah; maka apabila telah datang perintah Allah, diputuskan (semua perkara) dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil." (QS. Al Mukmin:78)


Rukun Iman yang keempat adalah Iman kepada para rasul Allah. Rasul adalah manusia pilihan Allah yang mendapatkan wahyu dari Allah, serta berkewajiban untuk menyampaikan wahyu tersebut kepada umatnya. Sebagai muslim yang beriman kepada Allah swt tentunya kita wajib mempercayai kebenaran ajaran yang dibawa oleh para rasul Allah itu adalah benar-benar wahyu dari Allah swt yang diturunkan kepada rasul Allah. Allah swt pun telah berfirman, “Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (QS. Al Anbiya:25)

Para nabi dan rasul yang kisahnya terdapat dalam Al Quran ada 25 orang , yaitu Adam, Idris, Nuh, Hud, Saleh, Ibrahim, luth, Ismail, Ishak, Ya’qub, Yusuf, Ayyub, Syu’aib, Harun, Musa, Ilyasa’, Zulkifli, Daud, Sulaeman, Ilyas, Yunus, Zakaria, Yahya, Isa, dan Muhammad saw. Ajaran yang disampaikan oleh para rasul Allah itu adalah sama, yaitu mengajak umatnya untuk menyembah Allah swt. Dengan begitu, tugas para rasul Allah adalah membimbing umatnya ke jalan yang benar agar dapat hidup bahagia di dunia dan di akhirat kelak.

Selain wahyu, rasul Allah juga diberikan mukzizat oleh Allah swt. Mukzizat yang dimiliki rasul Allah adalah sebagai tanda kebenaran sekaligus memperkuat pengakuan mereka sebagai orang yang diutus Allah swt untuk menjadi rasul. Mukzizat itu tentunya sebuah kejadian atau hal yang sangat mustahil terjadi pada manusia, namun dengan ridho Allah para rasul mendapatkan sesuatu yang luar biasa. Misalnya saja Nabi Ibrahim as yang tidak terbakar oleh api, tongkat nabi Musa as yang bisa berubah menjadi ular, nabi Isa as yang dapat menghidupkan orang yang telah meninggal, serta nabi Muhammad saw yang diberi mukzizat Isra’ Mi’raj dan kitab suci Al Quran.

Di antara ke-25 nabi dan rasul tersebut, terdapat lima rasul Allah yang mendapat gelar “Ulul Azmi”. Kelima rasul Allah itu adalah nabi Nuh as, nabi Ibrahim as, nabi Musa as, nabi Isa.as, dan nabi Muhammad saw. Para rasul Allah tersebut mendapatkan gelar Ulul Azmi karena keteguhan dan kesabarannya yang luar biasa dalam menyampaikan ajarannya. Mengambil pelajaran dari kisah para rasul Allah maka sudah sepatutnya kita meneladani mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Sifat para rasul Allah lainnya yang patut kita tiru dan teladani adalah sifat Jujur (shiddiq), dapat dipercaya (amanah), dan bijaksana (fathonah). Setiap rasul Allah menyampaikan ajaran yang benar-benar dari Allah swt. Oleh karena itu, rasul Allah selalu berkata jujur dan berbuat yang benar sesuai dengan tuntunan yang diridhoi Allah swt.

Para rasul Allah yang mendapatkan wahyu dari Allah swt juga dapat dipercaya (amanah) dalam menyampaikan ajarannya tersebut. Dengan sifat inilah rasul Allah menjadi kepercayaan Allah untuk mengajarkan agama Allah kepada umat manusia. Sifat yang terakhir adalah cerdas dan bijaksana atau fathonah. Rasul adalah manusia pilihan Allah. Sudah tentu rasul Allah memiliki kecerdasan yang jauh lebih tinggi daripada manusia biasa.

Iman kepada para rasul Allah berarti mengikuti dan mentauladani ajaran yang disampaikan oleh mereka. Sama seperti iman kepada Allah, iman kepada rasul Allah berarti juga patuh dan taat menjalankan semua yang diperintahkan serta meninggalkan semua yang dilarang. Semoga kita semua umat muslimin dapat selalu beriman menuju hidup yang diridhoi Allah swt. Amin.

Asmaul Husna, Nama Nama Allah


Siapa tak kenal maka tak sayang. Istilah ini sering muncul di dalam pergaulan atau kehidupan sehari-hari. Begitu pula di dalam hubungan manusia dengan Sang Penciptanya. Bila kita berkeyakinan telah mengenal Allah swt, maka tentunya kita tahu dan mengimani nama nama Allah atau Asmaul Husna. Allah swt memiliki nama yang sangat baik dan indah. Asma berarti nama, dan Husna berarti baik atau indah. Jadi, Asmaul Husna adalah nama nama Allah yang baik dan indah.

"Dialah Allah, tidak ada Tuhan/Illah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Dia mempunyai asmaaul husna (nama nama Allah yang baik).” (QS. Thaa-Haa:8)

Nama nama Allah banyak terdapat dalam kitab suci Al Quran. Nama nama Allah tersebut juga merupakan doa dan dzikir yang mustajab. Allah swt menyukai orang yang selalu menyebut namaNya. Allah swt berfirman, "Allah memiliki Asmaul Husna, maka memohonlah kepadaNya dengan menyebut nama nama Allah yang baik itu..." (QS. Al A'raaf:180)

Dalam suatu hadits Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama, yaitu seratus kurang satu. Barangsiapa menghitungnya, niscaya ia masuk surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits tersebut Rasulullah menerangkan bahwa nama nama Allah jumlahnya ada 99. Berikut ini Asmaul Husna atau nama nama Allah:

  1. Ar-Rahman, artinya Yang Maha Pemurah
  2. Ar-Rahiim, artinya Yang Maha Pengasih
  3. Al-Malik, artinya Maha Raja
  4. Al-Qudduus, artinya Maha Suci
  5. As-Salaam, artinya Maha Sejahtera
  6. Al-Mu’min, artinya Yang Maha Terpercaya
  7. Al-Muhaimin, artinya Yang Maha Memelihara
  8. Al-‘Aziz, artinya Yang Maha Perkasa
  9. Al-Jabbaar, artinya yang Kehendaknya Tidak Dapat Diingkari
  10. Al-Mutakabbir, artinya Yang Memiliki Kebesaran
  11. Al-Khaaliq, artinya yang Maha Pencipta
  12. Al-Baari’, artinya Yang Mengadakan dari Tiada
  13. Al-Mushawwir, artinya Yang Membuat Bentuk
  14. Al-Ghaffaar, artinya Yang Maha pengampun
  15. Al-Qahhaar, artinya Yang Maha Perkasa
  16. Al-Wahhaab, artinya Yang Maha Pemberi
  17. Ar-Razzaq, artinya Yang Maha Pemberi Rezeki
  18. Al-Fattaah, artinya Yang Maha Membuka (Hati)
  19. Al-‘Alim, artinya Yang Maha Mengetahui
  20. Al-Qaabidh, artinyaYang Maha Pengendali
  21. Al-Baasith, artinya Yang Maha Melapangkan
  22. Al-Khaafidh, artinya Yang Merendahkan
  23. Ar-Raafi’, artinya Yang Meninggikan
  24. Al-Mu’izz, artinya Yang Maha Terhormat
  25. Al-Mudzdzill, artinya Yang Maha Menghinakan
  26. As-Samii’, artinya Yang Maha Mendengar
  27. Al-Bashiir, artinya Yang maha Melihat
  28. Al-Hakam, artinya Yang Memutuskan Hukum
  29. Al-‘Adl, artinya Yang Maha Adil
  30. Al-Lathiif, artinya Yang Maha Lembut
  31. Al-Khabiir, artinya Yang Maha Mengetahui
  32. Al-Haliim, artinya Yang Maha Penyantun
  33. Al-‘Azhiim, artinya Yang Maha Agung
  34. Al-Ghafuur, artinya Yang Maha Pengampun
  35. Asy-Syakuur, artinya Yang Menerima Syukur
  36. Al-‘Aliyy, artinya Yang Maha Tinggi
  37. Al-Kabiir, artinya Yang Maha Besar
  38. Al-Hafiizh, artinya Yang Maha Penjaga
  39. Al-Muqiit, artinya Yang Maha Pemelihara
  40. Al-Hasiib, artinya Yang Maha Pembuat Perhitungan
  41. Al-Jaliil, artinya Ynag Maha Luhur
  42. Al-Kariim, artinya Yang Maha Mulia
  43. Ar-Raqiib, artinya Yang Maha Mengawasi
  44. Al-Mujiib, artinya Yang Maha Mengabulkan
  45. Al-Waasi’, artinya Yang Maha Luas
  46. Al-Hakiim, artinya Yang Maha Bijaksana
  47. Al-Waduud, artinya Yang Maha Mengasihi
  48. Al-Majiid, artinya Yang Maha Mulia
  49. Al-Baa’its, artinya Yang Membangkitkan
  50. Asy-Syahiid, artinya Yang Maha Menyaksikan
  51. Al-Haqq, artinya Yang Maha Benar
  52. Al-Wakiil, artinya Yang Maha Pemelihara
  53. Al-Qawiyy, artinya Yang Maha Kuat
  54. Al-Matiin, artinya Yang Maha Kokoh
  55. Al-Waliyy, artinya Yang Maha Melindungi
  56. Al-Hamiid, artinya Yang Maha Terpuji
  57. Al-Muhshi, artinya Yang Maha Menghitung
  58. Al-Mubdi’, artinya Yang Maha Memulai
  59. Al-Mu’id, artinyaYang Maha Mengembalikan
  60. Al-Muhyi, artinya Yang Maha Menghidupkan
  61. Al-Mumiit, artinya Yang Maha Mematikan
  62. Al-Hayy, artinya Yang Maha Hidup
  63. Al-Qayyuum, artinya Yang Maha Mandiri
  64. Al-Waajid, artinya Yang Maha Menemukan
  65. Al-Maajid, artinya Yang Maha Mulia
  66. Al-Waahid, artinya Yang Maha Tunggal
  67. Al-Ahad, artinya Yang Maha Esa
  68. Ash-Shamad, artinya Yang Maha Dibutuhkan
  69. Al-Qaadir, artinya Yang Maha Kuat
  70. Al-Muqtadir, artinya Yang Maha Berkuasa
  71. Al-Muqqadim, artinya Yang Maha Mendahulukan
  72. Al-Mu’akhkhir, artinya Yang Maha Mengakhirkan
  73. Al-Awwal, artinya Yang Maha Permulaan
  74. Al-Aakhir, artinya Yang Maha Akhir
  75. Azh-Zhaahir, artinya Yang Maha Nyata
  76. Al-Baathin, artinya Yang Maha Ghaib
  77. Al-Waalii, artinya Yang Maha Memerintah
  78. Al-Muta’aalii, artinya Yang Maha Tinggi
  79. Al-Barr, artinya Yang Maha Dermawan
  80. At-Tawwaab, artinya Yang Maha Penerima Taubat
  81. Al-Muntaqim, artinya Yang Maha Penyiksa
  82. Al-‘Afuww, artinya Yang Maha Pemaaf
  83. Ar-Ra’uuf, artinya Yang Maha Pengasih
  84. Maalik al-Milk, artinya Yang Mempunya Kerajaan
  85. Zuljalaal wa al-‘Ikram, artinya Yang Maha Memiliki Kebesaran serta Kemuliaan
  86. Al-Muqsith, artinya Yang Maha Adil
  87. Al-Jaami’, artinya Yang Maha Pengumpul
  88. Al-Ghaniyy, artinya Yang Maha kaya
  89. Al-Mughnii, artinya Yang Maha Mencukupi
  90. Al-Maani’, artinya Yang Maha Mencegah
  91. Adh-Dhaarr, artinya Yang Maha Pemberi Derita
  92. An-Naafi’, artinya Yang Maha Pemberi Manfaat
  93. An-Nuur, artinya Yang Maha Bercahaya
  94. Al-Haadii, artinya Yang Maha Pemberi Petunjuk
  95. Al-Badii’, artinya Yang Maha Pencipta
  96. Al-Baaqii, artinya Yang Maha Kekal
  97. Al-Waarits, artinya Yang Maha Mewarisi
  98. Ar-Rasyiid, artinya Yang Maha Pandai
  99. Ash-Shabuur, artinya Yang Maha Sabar

Dalil: Haramnya Sombong


Dalil adalah pedoman atau pegangan kita dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam beribadah. Dalil disebut juga hukum atau aturan. Sebagai umat Islam, tentunya Al Quran dan Sunnah menjadi dalil yang kuat untuk kita. Bila di antara golongan ada yang berselisih pendapat, kewajiban umat Islam untuk mengembalikannya lagi kepada dalil dalil ini, yaitu Quran dan Hadits. Dalil bukanlah perkataan ulama maupun ustadz, tetapi dalil adalah perintah langsung dari Allah swt.

Dalam setiap permasalahan apapun suatu pendapat tanpa didukung dengan adanya dalil yang dapat memperkuat pendapatnya, maka pendapat tersebut tidak dapat dijadikan sebagai pegangan. Untuk itulah kita memerlukan Al Quran dan hadits sebagai dalil yang akan membenarkan. Sudah menjadi kewajiban umat muslim untuk mencari dan memahami masalah dalil atau hukum islam, karena jika meyakini atau melakukan sesuatu (ibadah) tanpa diketahui dalil (tuntunannya), maka kita akan jatuh pada perkara bid'ah.

Dalil yang akan diberikan kali ini adalah dalil tentang sifat takabur dan sombong. Dijelaskan dalam dalil, yaitu quran dan hadits, bahwa memiliki sifat takabur dan sombong adalah haram hukumnya.Banyak sekali dalil yang memerintahkan kita untuk tidak takabur dan sombong, baik dalam Al Quran maupun Hadits. Dalil dalil ini tentunya sah secara hukum dan wajib kita ikuti sebagai pedoman hidup kita. Dalil dalil tentang sabar ini antara lain:

Dalil dari Al Quran

“Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Qashash:83)

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. “ (QS. Luqman:18)

Dalil yang diambil dari surat Al Qashash:83 menjelaskan bahwa sorga adalah tempatnya orang-orang yang tidak sombong. Dan pada dalil yang terdapat dalam surat Luqman:18 Allah swt memerintahkan kita untuk tidak sombong kepada sesama.

Dalil dari Hadits

Ada banyak dalil tentang sabar yang berasal dari hadits atau sunnah Rasul. Semoga dalil ini dapat membuat kita selalu bisa bertawadhu dalam kehidupan di dunia agar tidak menjadi takabur dan sombong. Adapun dalil tentang haramnya takabur dan sombong yang berasal dari hadits atau sunnah Rasul adalah sebagai berikut:

Dari Abdullah bin Mas’ud ra dari Nabi Muhammad saw, beliau bersabda: “Tidak akan masuk sorga orang yang di dalam hatinya ada sifat sombong walaupun hanya sebesar atom.” Ada seorang laki-laki berkata: “Sesungguhnya seseorang itu suka memakai pakaian yang bagus dan sandal/sepatu yang bagus pula.” Nabi Muhammad saw kembali bersabda: “Sesungguhnya Allah itu indah, suka pada keindahan. Sombong itu menolak kebenaran dan merendahkan sesame manusia.” (HR. Muslim)

Dari Salamah bin Al Akwa ra bahwasannya ada seorang laki-laki makan di hadapan Nabi Muhammad saw dengan memakai tangan kirinya, beliau lantas bersabda: “Makanlah dengan memakai tangan kananmu.” Laki-laki itu menjawab: “Saya tidak bisa.” Nabi Muhammad saw bersabda lagi: “Kamu tidak bisa, itu adalah perbuatan sombong.” (HR. Muslim)

Dari Haritsah bin Wahb ra berkata: “Saya mendengar Nabi Muhammad saw bersabda, “Maukah kamu sekalian aku beritahu tentang ahli neraka? Yaitu setiap orang yang kejam, rakus, dan sombong.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Sa’id Al Khudry ra dari nabi Muhammad saw, beliau bersabda: “Sorga dan neraka itu berdebat; neraka berkata: “Padaku orang-orang yang kejam dan sombong” Sorga berkata: “Padaku orang-orang yang lemah (tertindas) dan miskin” Kemudian Allah member keputusan kepada keduanya: “Sesungguhnya kamu sorga adalah tempat rahmatKu, Aku memberi rahmat dengan kamu kepada siapa saja yang Aku kehendaki. Dan sesungguhnya kamu neraka adalah tempat siksaanKu, Aku menyiksa dengan kamu kepada siapa saja yang Aku kehendaki; dan bagi masing-masing kamu berdua Aku akan memenuhimya.” (HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah ra bahwasannya Nabi Muhammad saw bersabda: “Sesungguhnya pada hari kiamat nanti Allah tidak akan melihat orang yang menurunkan kainnya di bawah mata kaki karena sombong.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah ra berkata, Nabi Muhammad saw bersabda: “Ada tiga kelompok orang yang nanti pada hari kiamat Allh tidak akan berbicara dengan mereka, Allah tidak akan membersihkan (mengampuni dosa) mereka, dan Allah tidak akan memandang mereka, serta mereka akan disiksa dengan siksaan yang pedih, yaitu: orang tua yang berzina, raja (penguasa) yang suka bohong, dan orang miskin yang sombong.” (HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah ra berkata, Nabi Muhammad saw bersabda, Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung berfirman: “Kemuliaan adalah pakaianKu dan kebesaran adalah selendangKu, maka barangsiapa yang menyaingi Aku dalam salah satunya maka Aku pasti akan menyiksanya.” (HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah ra bahwasannya Nabi Muhammad saw bersabda: “Suatu ketika ada seorang laki-laki berjalan dengan memakai perhiasan dan bersisir rambutnya, ia mengherani dirinya sendiri dengan penuh kesombongan di dalam perjalanannya itu, kemudian tiba-tiba Allah menyiksanya yaitu ia selalu timbul tenggelam di permukaan bumi sampai hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Salamah bin Al Akwa ra berkata, nabi Muhammad saw bersabda: “Seseorang itu senantiasa membanggakan dan menyombongkan dirinya sehingga ia dicatat dalam golongan yang kejam lagi sombong, kemudian ia tertimpa apa yang biasa menimpa mereka.” (HR. At Turmudzy)

Dalil: Haramnya Sombong


Dalil adalah pedoman atau pegangan kita dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam beribadah. Dalil disebut juga hukum atau aturan. Sebagai umat Islam, tentunya Al Quran dan Sunnah menjadi dalil yang kuat untuk kita. Bila di antara golongan ada yang berselisih pendapat, kewajiban umat Islam untuk mengembalikannya lagi kepada dalil dalil ini, yaitu Quran dan Hadits. Dalil bukanlah perkataan ulama maupun ustadz, tetapi dalil adalah perintah langsung dari Allah swt.

Dalam setiap permasalahan apapun suatu pendapat tanpa didukung dengan adanya dalil yang dapat memperkuat pendapatnya, maka pendapat tersebut tidak dapat dijadikan sebagai pegangan. Untuk itulah kita memerlukan Al Quran dan hadits sebagai dalil yang akan membenarkan. Sudah menjadi kewajiban umat muslim untuk mencari dan memahami masalah dalil atau hukum islam, karena jika meyakini atau melakukan sesuatu (ibadah) tanpa diketahui dalil (tuntunannya), maka kita akan jatuh pada perkara bid'ah.

Dalil yang akan diberikan kali ini adalah dalil tentang sifat takabur dan sombong. Dijelaskan dalam dalil, yaitu quran dan hadits, bahwa memiliki sifat takabur dan sombong adalah haram hukumnya.Banyak sekali dalil yang memerintahkan kita untuk tidak takabur dan sombong, baik dalam Al Quran maupun Hadits. Dalil dalil ini tentunya sah secara hukum dan wajib kita ikuti sebagai pedoman hidup kita. Dalil dalil tentang sabar ini antara lain:

Dalil dari Al Quran

“Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Qashash:83)

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. “ (QS. Luqman:18)

Dalil yang diambil dari surat Al Qashash:83 menjelaskan bahwa sorga adalah tempatnya orang-orang yang tidak sombong. Dan pada dalil yang terdapat dalam surat Luqman:18 Allah swt memerintahkan kita untuk tidak sombong kepada sesama.

Dalil dari Hadits

Ada banyak dalil tentang sabar yang berasal dari hadits atau sunnah Rasul. Semoga dalil ini dapat membuat kita selalu bisa bertawadhu dalam kehidupan di dunia agar tidak menjadi takabur dan sombong. Adapun dalil tentang haramnya takabur dan sombong yang berasal dari hadits atau sunnah Rasul adalah sebagai berikut:

Dari Abdullah bin Mas’ud ra dari Nabi Muhammad saw, beliau bersabda: “Tidak akan masuk sorga orang yang di dalam hatinya ada sifat sombong walaupun hanya sebesar atom.” Ada seorang laki-laki berkata: “Sesungguhnya seseorang itu suka memakai pakaian yang bagus dan sandal/sepatu yang bagus pula.” Nabi Muhammad saw kembali bersabda: “Sesungguhnya Allah itu indah, suka pada keindahan. Sombong itu menolak kebenaran dan merendahkan sesame manusia.” (HR. Muslim)

Dari Salamah bin Al Akwa ra bahwasannya ada seorang laki-laki makan di hadapan Nabi Muhammad saw dengan memakai tangan kirinya, beliau lantas bersabda: “Makanlah dengan memakai tangan kananmu.” Laki-laki itu menjawab: “Saya tidak bisa.” Nabi Muhammad saw bersabda lagi: “Kamu tidak bisa, itu adalah perbuatan sombong.” (HR. Muslim)

Dari Haritsah bin Wahb ra berkata: “Saya mendengar Nabi Muhammad saw bersabda, “Maukah kamu sekalian aku beritahu tentang ahli neraka? Yaitu setiap orang yang kejam, rakus, dan sombong.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Sa’id Al Khudry ra dari nabi Muhammad saw, beliau bersabda: “Sorga dan neraka itu berdebat; neraka berkata: “Padaku orang-orang yang kejam dan sombong” Sorga berkata: “Padaku orang-orang yang lemah (tertindas) dan miskin” Kemudian Allah member keputusan kepada keduanya: “Sesungguhnya kamu sorga adalah tempat rahmatKu, Aku memberi rahmat dengan kamu kepada siapa saja yang Aku kehendaki. Dan sesungguhnya kamu neraka adalah tempat siksaanKu, Aku menyiksa dengan kamu kepada siapa saja yang Aku kehendaki; dan bagi masing-masing kamu berdua Aku akan memenuhimya.” (HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah ra bahwasannya Nabi Muhammad saw bersabda: “Sesungguhnya pada hari kiamat nanti Allah tidak akan melihat orang yang menurunkan kainnya di bawah mata kaki karena sombong.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah ra berkata, Nabi Muhammad saw bersabda: “Ada tiga kelompok orang yang nanti pada hari kiamat Allh tidak akan berbicara dengan mereka, Allah tidak akan membersihkan (mengampuni dosa) mereka, dan Allah tidak akan memandang mereka, serta mereka akan disiksa dengan siksaan yang pedih, yaitu: orang tua yang berzina, raja (penguasa) yang suka bohong, dan orang miskin yang sombong.” (HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah ra berkata, Nabi Muhammad saw bersabda, Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung berfirman: “Kemuliaan adalah pakaianKu dan kebesaran adalah selendangKu, maka barangsiapa yang menyaingi Aku dalam salah satunya maka Aku pasti akan menyiksanya.” (HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah ra bahwasannya Nabi Muhammad saw bersabda: “Suatu ketika ada seorang laki-laki berjalan dengan memakai perhiasan dan bersisir rambutnya, ia mengherani dirinya sendiri dengan penuh kesombongan di dalam perjalanannya itu, kemudian tiba-tiba Allah menyiksanya yaitu ia selalu timbul tenggelam di permukaan bumi sampai hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Salamah bin Al Akwa ra berkata, nabi Muhammad saw bersabda: “Seseorang itu senantiasa membanggakan dan menyombongkan dirinya sehingga ia dicatat dalam golongan yang kejam lagi sombong, kemudian ia tertimpa apa yang biasa menimpa mereka.” (HR. At Turmudzy)

Ridho Allah swt


Allah swt berfirman, “Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali Imran:159)

Ridho Allah terhadap Orang yang Berbuat Baik
Bila dilihat dari ayat di atas, jelas bahwa Allah swt memerintahkan kita untuk selalu berbuat baik terhadap sesama. Seseorang yang selalu berbuat baik akan diridhoi oleh Allah swt, sehingga iapun juga akan mendapat banyak kebaikan. Sebaliknya, bila seseorang selalu memperlihatkan wajah yang tidak bersahabat serta lisan yang tak terjaga maka orang-orang yang berada di sekelilingnya akan berpikir dua kali untuk terlibat pembicaraan dengannya, atau bahkan menghindarinya. Untuk itu, betapa pentingnya seseorang bersikap ramah kepada orang lain yang ada di sekitarnya.

Allah swt menyuruh kita untuk selalu menjaga perbuatan baik. Untuk mengimbangi perbuatan baik, diperlukan kata-kata atau ucapan yang baik pula. Allah swt tidak menyukai orang yang suka bersifat keras dan berkata kasar. Bila kita selalu berbicara atau mengucapkan kata-kata yang baik maka itu sama saja kita telah memberikan sedekah. Dari Abu Hurairah ra bahwasannya Nabi Muhammad saw bersabda,”Kata-kata yang baik itu adalah sedekah.” (HR. Bukhari Muslim).

Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim lainnya, Rasulullah saw bersabda, “Takutlah kamu sekalian terhadap api neraka walaupun hanya dengan menyedekahkan separuh biji korma; dan barang siapa yang tidak mendapatkannya maka cukup dengan kata-kata yang baik.”

Dari Abu Dzarr ra berkata, “Nabi Muhammad saw bersabda: “Janganlah sekali-kali kamu meremehkan sesuatu perbuatan baik walaupun hanya menyambut saudaramu dengan muka yang manis.” (HR. Muslim)

Allah swt akan mencintai umat-Nya yang berprilaku sesuai dengan apa yang dicontohkan Nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad saw adalah sosok yang berhati lembut, penuh kasih sayang, dan selalu berbuat santun kepada siapapun. Nabi Muhammad saw selalu memberikan senyum dan mengucapkan salam kepada para sahabat dan sesama muslim yang dijumpainya, sehingga beliau semakin dicintai oleh para pengikutnya. Sebagaimana firman Allah swt, “Apabila kamu diberi penghormatan dengan salam penghormatan maka balaslah dengan yang lebih baik atau balaslah dengan yang sebanding. Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.” (QS. An Nisa:86)

Orang yang selalu berbuat dan berkata kasar akan jauh dari rahmat Allah swt. Sedangkan Islam mengajarkan kita untuk selalu menebarkan kasih sayang kepada seluruh umat manusia. Karena itu, sikap keras hati dan kasar sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Sebagai muslim yang baik, kita harus saling menghargai terhadap sesama serta saling memenuhi hak dan kewajiban masing-masing.

Sesuai dengan sikap yang dicontohkan nabi Muhammad saw, beliau hanya berlaku kasar kepada orang-orang kafir. Beliau tidak segan-segan memerangi orang-orang kafir yang memerangi agama Allah. Allah swt berfirman, "Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir." (QS. Al Fath:29).

Bila kita termasuk orang yang susah untuk beradaptasi dengan lingkungan di sekitar kita sehingga sulit untuk bersosialisasi, maka ada baiknya dimulai dari diri kita lebih dahulu untuk beramah tamah terhadap orang-orang di sekitar kita dan membiasakan untuk sopan dalam bertutur kata. Rasulullah saw pernah bersabda, "Ambillah (sikap yang sesuai dengan tetangga), sebelum kamu tinggal (di daerah/tempatnya)."

Selain itu, ingatlah bahwa Allah swt menciptakan manusia tidak sempurna, karena kesempurnaan itu hanyalah milik Allah swt. Hikmah yang dapat diambil adalah bagaimana kita menghargai keistimewaan di balik kekurangan dan kelebihan pada setiap manusia serta saling melengkapi satu sama lain. Di atas langit masih ada langit. Begitupun bila kita merasa diri kita selalu mampu berbuat apapun, suatu saat kita pasti membutuhkan orang lain. Dan yang terakhir, adanya perbedaan pendapat serta selisih paham adalah hal yang wajar. Hal ini seharusnya dapat dijadikan alat untuk kita mendewasakan diri, bukan untuk berrmusuhan. Bila semua umat di bumi ini saling mengasihi, Insya Allah kedamaian akan tercipta di dunia yang fana ini.

Perbuatan baik yang kita lakukan sudah sepatutnya diniatkan untuk mengharap ridho Allah dan demi mendapatkan balasan Surga Allah. Disertai dengan rahmat Allah, Insya Allah kita juga akan selalu ridho/ikhlas dalam segala perbuatan sehingga apa yang kita lakukan itu terjaga dari hal-hal yang buruk.

Wallahualam.

Jumat, Mei 15, 2009

Islam Agama Perdamaian


“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An Nahl:125)


Agama Islam yang disebarkan dan diajarkan oleh Nabi Muhammad saw merupakan agama yang ditujukan demi kesejahteraan dan keselamatan seluruh umat sekalian alam. Kata Islam sendiri yang berasal dari bahasa Arab berarti tunduk, patuh, selamat, sejahtera, dan damai. Maka, agama Islam mengajarkan umatnya untuk selalu menegakkan perdamaian di dunia sehingga persaudaraan dapat terjalin dengan erat.

Sebelum Nabi Muhammad saw diutus oleh Allah swt untuk mengajarkan agama Islam, sejarah mencatat bahwa kehidupan manusia pada waktu itu dikenal sebagai masa Jahiliah. Di zaman Jahiliah itu banyak terjadi kezhaliman seperti pembunuhan, permusuhan, penindasan, dan lain sebagainya. Namun, setelah Nabi Muhammad saw diutus sebagai Rasul Allah dan menyampaikan ajaran Islam, bukti bahwa Islam agama perdamaian terwujud. Pengikut Nabi Muhammad saw berangsur-angsur banyak, Islam menjadi agama yang menjanjikan keselamatan dan kesejahteraan. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al Anbiya:107)

Islam adalah agama yang memiliki konsep akan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah swt, Tuhan Yang Maha Esa, dengan panduan Al Quran dan As Sunnah. Kedamaian dan kesejahteraan umat adalah dasar utama yang diajarkan dalam Islam. Oleh karena itu, pembunuhan, permusuhan, dan perpecahan bukanlah ajaran yang berasal dari agama Islam.

Islam juga mengajarkan bagaimana menghadapi perpecahan dan segala perselisihan yang bermaksud memecah belah umat. Dalam Al Quran dijelaskan bahwa sejak zaman Rasul pun Islam selalu mendapat pertentangan dan serangan dari musuh-musuh Islam. Rasulullah saw difitnah dan dimusuhi. Namun beliau tetap istiqomah menjalankan syariat dari Allah swt. Dalam Al Quran menyebutkan, “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaithan-syaithan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (QS. Al An'am:112)

Begitu pula dalam surat Al Baqarah ayat 120: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.”

Sifat Rasul dalam menyampaikan ajaran Islam di zaman itu bisa menjadi teladan kita di tengah adanya berbagai fitnah maupun usah pemecahbelahan umat Islam yang akhir-akhir ini semakin menjadi, baik berupa film, tulisan, buku, dan lain sebagainya. Keimanan kita sebagai umat Islam sedang diuji oleh Allah swt, di mana kita merasa marah di kala kesucian Islam diporak-porandakan, sehingga Islam memiliki image yang buruk di mata dunia. Maka ingatlah kita akan firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 103: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.”

Semoga Allah selalu melindungi seluruh umat Islam di dunia, agar terlepas dari segala macam kezhaliman. Marilah kita selalu bertakwa kepada Allah swt dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya. Sesungguhnya orang yang bertakwa dipandang mulia dan ditinggikan derajatnya oleh Allah swt di dunia dan di akhirat.

Wallahualam bishshawab.

Menghafal AL Quran


Al Quran merupakan salah satu mukjizat Nabi Muhammad saw yang terbesar dan sebagai kitab suci bagi umat Islam. Al Quran berisi firman-firman Allah swt yang berupa perintah dan larangan, kisah dan hikmah, petunjuk bagi seluruh umat manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt. Sebagai kitab suci yang merupakan petunjuk dari Yang Maha Suci, tentunya Al Quran memiliki kemuliaan dan keagungan yang sangat tinggi.

Begitu mulianya kedudukan Al Quran di dalam agama Islam, sehingga begitu banyak umat muslim yang bertekad untuk menghafal isi seluruh Al Quran yang terdiri atas 114 surat dan kurang lebih 6.666 ayat tersebut. Kegiatan menghafal yang telah mulai dilakukan sejak zaman Rasulullah saw tersebut hingga kini masih didawamkan oleh banyak umat muslim.

Menghafal Al Quran memang bukanlah hal yang mudah, bahkan seperti suatu hal yang tidak mungkin bagi sebagian orang mengingat bahwab Al Quran memiliki jumlah ayat yang sangat banyak, dan juga banyak kalimat yang mirip atau juga berulang dalam surat yang sama maupun pada surat yang berbeda. Belum lagi, Al Quran juga memiliki hukum-hukum bacaan dan aturan-aturan tempat keluarnya huruf yang wajib untuk digunakan setiap kali membacanya. Sedikit saja kesalahan dalam hukum bacaan maupun tempat keluarnya huruf akan memberikan efek yang sangat fatal, karena dapat merubah arti dari ayat tersebut. Kesalahan-kesalahan kecil yang terjadi dapat menimbulkan efek yang sangat besar, bisa saja yang harusnya memiliki arti baik berubah menjadi buruk maupun sebaliknya. Untuk itu, seseorang yang akan mengahafalkan Al Quran, wajib baginya untuk mempelajari dan menguasai hukum tajwid.

Meskipun sudah banyak orang yang menjadi hafidz (penghafal) Al Quran bermunculan, namun sebagian orang masih menganggap bahwa menghafal Al Quran itu adalah hal yang tidak mungkin.

Yang perlu diingat adalah bahwa Al Quran merupakan perkataan dari Zat Yang Maha Tinggi, Yang Maha Suci dan Mulia. Maka tentu saja tidak akan mudah dan tidak sembarang manusia yang dapat menjadi penghafalnya. Al Quran adalah kitab yang suci, maka penghafalnya pun harus memiliki jiwa dan hati yang bersih. Dan tentu saja dibutuhkan niat dan keistiqomahan untuk melewati segala ujian dan rintangan selama proses penghafalan dan penjagaan hafalan. Kemalasan, kejenuhan, pesimisme, maksiat, dan dosa-dosa baik dosa besar maupun dosa-dosa kecil adalah tantangan yang harus dikalahkan bagi mereka yang benar-benar ingin menjadi seorang hafidz Al Quran.

Kesediaan untuk mempersiapkan waktu khusus untuk menghafal Al Quran juga biasanya menjadi faktor yang berpengaruh dalam proses penghafalan. Seseorang yang berada di lembaga pendidikan pesantren tentunya akan lebih berpotensi besar untuk dapat menghafal Al Quran dengan lebih cepat ketimbang mereka yang aktivitasnya adalah sebagai pekerja yang berangkat pagi dan pulang malam. Di pesantren, Al Quran ibarat menu yang dihidangkan dan harus disantap setiap saat. Sedangkan bagi pekerja, waktu untuk berinteraksi dengan Al Quran biasanya sangat sedikit. Meskipun demikian, bukan berarti hanya anak-anak pesantren saja yang dapat menjadi seorang hafidz Al Quran. Biasanya hanya masalah waktu dan keistiqomahan saja. Semakin sedikit waktu yang diluangkan untuk Al Quran, maka semakin lama baginya untuk dapat menghafal Al Quran, sehinga membutuhkan tingkat keistiqomahan yang ekstra.

Sering kali muncul pertanyaan, “Gimana ya biar bisa mengahafal Al Quran?”. Sebenarnya, banyak sekali hal-hal yang perlu diperhatikan manakala seseorang telah berniat dan melakukan proses penghafalan Al Quran. Banyak sekali tips-tips yang diberikan oleh para ulama maupun para hafidz Al Quran itu sendiri mengenai cara-cara menghafal Al Quran. Berikut ini adalah tips singkat yang insya Allah dapat mendukung proses penghafalan Al Quran anda.

Ikhlas

Niatkan dan istiqomahkan niat untuk menghafal Al Quran hanya karena Allah swt dan untuk Allah swt. Tidak mengharapkan sesuatu apapun di dunia, melainkan hanya untuk mendapatkan ridho dari Allah swt. Jangan sekali-kali mengahafalkan Al Quran dengan tujuan untuk mendapatkan kedudukan di masyarakat maupun pada kelompok tertentu. Biarkan kemuliaan itu datang dengan sendirinya setelah hati, jiwa, dan pikiran kita terisi dengan Al Quran. Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu. Kerjakan saja segalanya dengan ikhlas hanya untuk Allah swt, sehingga Allah akan menerima dan memudahkan langkah kita, dan memberikan balasan atas kehendak-Nya.
Menjauhi maksiatan dan dosa

Al Quran adalah firman Allah yang Maha Suci, maka ia tidak akan masuk dan melekat di dalam hati yang kotor dan berdosa. Kemaksiatan akan menghalangi cahaya Illahi yang akan masuk ke dalam hati, dan hanya akan mengingatkannya pada nafsu duniawi saja.

Imam Syafi’I adalah seseorang yang memiliki kemampuan menghafal Al Quran yang luar biasa. Kecepatannya dalam menghafal sudah tidak diragukan lagi. Namun, suatu ketika beliau mengadu kepada gurunya perihal hafalannya itu. Imam Syafi’I mengadu bahwa suatu hari beliau mengalami kelambatan dalam mengahafal. Mendengar pengaduan Imam Syafi’I, sang guru pun memberikan obat kepada beliau. Obat yang diberikan hanyalah sebuah nasihat, namun terbukti ampuh sebagai solusi permaslahan yang di alaminya. Gurunya berkata kepada Imam Syafi’l agar meninggalkan segala bentuk perbuatan maksiat dan bersihkan hati dari setiap penghalang antara ia dan Robb-nya.

Imam Syafi'I rahimahullah berkata :

Aku mengadu kepada (guruku) Waki' atas buruknya hafalanku
Maka diapun memberiku nasihat agar aku meninggalkan kemaksiatan
Dia memberitahuku bahwa ilmu itu adalah cahaya
Dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang selalu bermaksiat.

Sesungguhnya Allah swt akan senantiasa meolong hamba-Nya yang berjuang di jalan-Nya. Maka barang siapa yang dapat membersihkan hati dan dirinya dari maksiat kepada Allah, maka Allah akan memberikan cahaya dan membukakan hatinya untuk senantiasa mengingat Allah dan firman-Nya. Allah swt akan memberikan kemudahan untuk mempelajari dan menghafal Al Quran.

Memanfaatkan masa muda

Ahnaf bin Qais meriwayatkan bahwasanya dia pernah mendengr seseorang berkata :

"Belajar diwaktu kecil bagaikan mengukir di atas batu".

Maka Ahnaf pun berkomentar :

"Orang dewasa itu lebih pandai, akan tetapi hatinya lebih sibuk".

Anak kecil memang memiliki waktu luang yang lebih banyak, sehingga ia pun memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk menghafal Al Quran, sementara orang-orang dewasa telah terlalu sibuk dengan urusan-urusan duniawinya sehingga kesempatan untuk menghafal Al Quran pun menjadi sangat sempit. Namun demikian, sebenarnya orang dewasa itu lebih pandai dari anak kecil, dan jika mereka dapat meluangkan waktu dan mengosongkan hati serta fikirannya dari kesibukan duniawi, maka niscaya mereka akan mendapatkan kemudahan yang lebih untuk menghafal Al Quran, Allah swt berfirman :

" Dan Sesungguhnya Telah kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran? ". (Q.S. Al-Qamar[54] :17)

Menghafal Al Quran sejak usia muda akan menjadi tabungan di masa tua manakala penglihatan telah semakin menurun sehingga tidak mampu lagi untuk membaca tulisan Al Quran. Hafalan yang sudag tertanam di dalam dada itulah yang akan memberikan kenikmatan kita untuk tetap dapat bertadarus dan sholat dengan bacaan Al quran yang baik dan benar.

Memanfaatkan waktu efektif dan waktu luang

Sediakan waktu yang khusus digunakan untuk melakukan penghafalan Al Quran. Jangan menghafal Al Quran manakala hati dan pikiran sedang sibuk dengan suatu perkara. Perkara yang menyibukkan hati dan pikiran akan merusak konsentrasi untuk menghafal Al Quran. Carilah waktu yang tenang dimana hati dan pikiran dapat menyerap ilmu dengan mudah. Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan waktu-waktu efektif, seperti setelah melakukan sholat maghrib, setelah sholat tahjjud, setelah sholat shubuh, dan sebagainya. Setelah sholat subuh adalah waktu yang memiliki potensi besar untuk mendukung penghafalan Al Quran, karena pada waktu itulah hati dan fikiran masih bersih dan segar, belum terkontaminasi oleh perkara-perkara duniawi.

Memilih tempat yang tepat

Pilihlah tempat-tempat yang tenang untuk menghafal Al Quran, sehingga hati, fikiran, penglihatan, dan pendengaran tidak akan terusik oleh hal-hal lain yang ada disekitar tempat tersebut. Masjid atau Mushollah adalah tempat yang paling utama untuk mengahfal Al Quran. karena masjid adalah rumah Allah yang akan memberikan ketenangan manakala kita sedang bertadarus maupun menghafalkan Al Quran.

Motivasi diri dan tekad yang benar

Motivasi diri dan tekad yang benar adalah faktor besar yang mempengaruhi kemampuan menghafal Al Quran. Motivasi diri dan tekad yang kuat jauh lebih berperan daripada tekanan dari pihak-pihak luar, seperti adanya tekanan dari orang tua atau gurunya untuk menghafal Al Quran. Tekanan-tekanan semacam ini biasanya tidak akan bertahan dalam waktu yang lama. Justru tekanan semacam ini hanya akan menjadi sumber kekecewaan dan kejenuhan. Sedangkan motivasi yang timbul dari dalam diri akan terus bertahan dan semakin kuat manakala ia mendapatkan penyemangat yang berkesinambungan. Penyemangat tersebut dapat berasal dari teman seperjuangan, lomba-lomba, atau bahkan dari ayat-ayat Al Quran mengenai janji-janji Allah kepada umatnya yang berjuang di jalan-Nya. Sedangkan tekad yang kuat akan membantu menghapuskan bisikan-bisikan setan dan nafsu yang akan mempengaruhinya.

Imam Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah berkata :

"Barang siapa memiliki tekad yang benar maka setan akan berputus asa darinya, dan bila mana seorang hamba tidak teguh pendiriannya maka setan akan selalu mengganggunya dan menjanjikan angan-angan yang terlalu jauh".

Mengoptimalan seluruh indra

Mengoptimalkan indra penglihatan, pendengaran dan ucapan akan membantu memudahkan proses penghafalan. Setiap panca indra kita memiliki jalan tersendiri yang akan menyampaikannya kepada otak. Inilah yang akan memberikan hasil penghafalan yang kuat.

Bacalah mushaf Al Quran dengan bersuara secara berulang-ulang, perhatikan betul hukum-hukum bacaannya sampai akhirnya bentuk dan halaman mushaf tersebut terus terbayang dan terekam di dalam ingatan. Membaca Al Quran dengan alunan nada yang indah akan membantu memudahkan proses penghafalan. Kita dapat saja meniru nada-nada dari Imam-imam Mekah melalui MP3 dan sebagainya.

Menggunakan satu cetakan mushaf

Penggunaan satu cetakan mushaf tentu saja menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi proses penghafalan. Dengan menggunakan satu cetakan mushaf setiap kali membaca dan menghafal Al Quran akan lebih memudahkan penghafalan ketimbang menggunakan cetakan mushaf yang berbeda-beda. Jika cetakan mushaf yang digunakan berubah-ubah maka akan memberikan gambaran yang berbeda di dalam ingatan, kita tidak akan dapat berkonsentrasi, dan justru berpotensi untuk membuyarkan hafalan yang ada.
Utamakan menggunakan Al Quran cetakan Mushaf Huffazh, yaitu setiap awal halaman diawali ayat baru dan dihalaman itu pula berakhir ayat sesudahnya. Ini akan memberikan pengaruh yang cukup besar kepada kita dalam memberikan gambaran bentuk dan letak halaman dalam ingatan.

Bacaan yang baik dan benar

Senantiasa melakukan perbaikan dan evaluasi terhadap bacaan dan hafalan Al Quran yang telah dimiliki. Melakukan evaluasi dan perbaikan ini hendaknya merujuk kepada seorang guru atau orang yang bacaan Al Qurannya telah baik dan benar. Hal ini agar kita tidak memiliki hafalan yang salah dan akhirnya akan sangat sulit untuk diperbaiki karena sudah terlalu lama terekam dikepala kita.

Imam Munada rahimahullah berkata :

“Ketahuilah bahwa menghafal itu ada beberapa cara, diantaranya adalah seseorang dapat membaca di hadapan orang yang lebih baik hafalannya, karena orang yang baik hafalannya lebih peka terhadap kesalahanorang yang membaca di hadapannya, dibandingkan si pembaca tersebut terhadap kesalahannya sendiri saat membaca hafalan”.

Hafalan yang saling berikatan

Jangan melakukan penghafalan Al Quran tanpa menoleh kebelakang. Maksudnya adalah, hendaknya kita selalu mengulangi ayat atau surat yang sebelumnya ketika kita telah selesai menghafalkan satu surat tertentu. Karena, biasanya hafalan satu surat akan melemah ketika kita melakukan penghafalan surat yang lain. Dengan cara ini, insya Allah seluruh hafalan akan tetap terjaga.

Memahami makna ayat yang dihafal

Faktor lain yang mempengaruhi proses penghafalan Al Quran adalah kemampuannya dalam memahami makna ayat yang sedang dihafalnya. Cara ini dapat dilakukan dengan menggunakan kitab tafsir atau kitab-kitab terjemahan.

Demikianlah beberapa hal berkaitan dengan proses penghafalan Al Quran yang dapat kami sajikan dengan singkat. Perlu diketahui bahwa sebenarnya banyak sekali cara-cara yang dapat digunakan dalam menghafal Al Quran, dan biasanya setiap orang pun memiliki cara dan teknik yang berbeda. Kami hanya mencoba untuk memberikan garis besarnya saja. Akhirnya, semoga tulisan ini dapat memberikan kontribusi yang baik kepada kita semua yang berniat maupun yang sedang menghafalkan Al Quran.

sumber: www.syahadat.com

Kasih Sayang Allah swt Tak Terbatas


Allah swt berfirman, “mintalah (berdoalah) kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkan bagimu.” (QS. Al-Mu`min:60)


Tatkala Dzunnun Al Misri hendak mencuci pakaian di tepi sungai Nil, ia melihat seekor kalajengking yang sangat besar hendak menyengat dan mendekati dirinya. Ia pun cemas dan segera memohon perlindungan kepada Allah swt agar terpelihara dari cengkraman hewan itu. Saat itu pula kalajengking tersebut malah membelok dan berjalan cepat menyusuri tepi sungai. Dzunnun pun mengikuti di belakangnya.

Kalajengking itu terus berjalan menuju pepohonan yang rindang. Di bawah salah satu pohon yang berdaun banyak itu berbaringlah seorang pemuda yang sedang dalam keadaan mabuk. Kalajengking itu pun mendekati pemuda yang sedang terlelap itu. Dzunnun yang mengamati kejadian itu sangat khawatir kalau-kalau kalajengking itu akan membunuh pemuda itu.

Dzunnun semakin takut dan kaget ketika tiba-tiba ada seekor ular yang juga mendekati pemuda itu. Akan tetapi yang terjadi kemudian sangatlah di luar dugaannya. Sang kalajengking justru menyengat kepala ular itu sehingga ular tersebut tak berkutik lagi.

Setelah itu, kalajengking berjalan meninggalkan pemuda yang masih tertidur itu dan kembali ke sungai. Dzunnun pun mengikuti kalajengking itu hingga ke tepi sungai. Kemudian Dzunnun kembali lagi ke tempat pemuda mabuk tadi dan berkata,

Wahai orang yang sedang kelelapan
Allah Yang Maha Agung selalu menjagakan
Dari setiap kekejian yang menimbulkan kesesatan
Mengapa bisa si pemilik mata sampai ketiduran?
Padahal mata itu dapat mendatangkan berbagai kenikmatan
.”

Ternyata si pemuda mabuk mendengar perkataan Dzunnun. Ia bangun dalam keadaan terperanjat. Dzunnun pun langsung menceritakan apa yang telah terjadi. Maka, setelah si pemuda mendengarkan cerita Dzunnun, ia langsung bertaubat kepada Allah swt. Ia menjadi sadar, betapa kasih Allah swt sangat besar kepada hamba-Nya, bahkan kepada seorang pemabuk seperti dirinya, Allah swt masih memberikan perlindungan dan kesempatan untuk bertaubat.

Kasih sayang Allah swt kepada hambanya memang tak terbatas. Bahkan kepada orang yang telah berbuat dosa. Allah swt masih memberikan nikmat-Nya melalui kehidupannya di dunia, berkumpul dengan keluarga dan orang-orang yang disayanginya, serta nikmat lainnya. Selain itu, Allah swt juga memberikan kasih-Nya dengan mengampuni dosa-dosa seseorang apabila ia memohon ampunan Allah dan bertaubat.

Dari Anas bin Malik, dia berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Allah swt berfirman, ‘Wahai Anak Adam (manusia)! Sesungguhnya apa yang kamu minta dan harapkan kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuni dosa-dosamu dan Aku tidak peduli. Wahai Anak Adam! Andaikata dosa-dosamu mencapai awan di langit (sejauh mata memandang ke langit), kemudian kamu meminta ampun kepada-Ku niscaya Aku akan mengampunimu. Wahai Anak Adam! Sesungguhnya andaikata kamu datang kepada-Ku dengan membawa dosa-dosa (kecil) sepenuh isi bumi, kemudian kamu bertemu dengan-Ku (mati dengan memohon ampun dan tanpa berbuat syirik), tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu apapun, niscaya Aku akan mendatangkan ampunan kepadamu sepenuh isinya pula.” (HR. at-Turmudzy)

Allah Maha Mulia dan Maha Baik. Allah selalu mengampuni hamba-Nya yang telah berbuat dosa. Allah senantiasa mengampuni dan merahmati hamba-Nya. Manusia sungguh sangat kecil di mata Allah, dengan segala keterbatasan dan kesalahan yang ada pada manusia. Untuk itulah, manusia diciptakan Allah swt untuk tunduk kepada-Nya, meminta ampunan kepada Allah swt untuk kembali ke jalan yang lurus dan diridhoi oleh Allah swt.


Meraih Kemuliaan Allah swt


Nabi Muhammad saw bersabda, “Kemuliaan umur dan waktu lebih bernilai dibandingkan dengan kemuliaan harta.”


Tak terasa kita selalu bekerja dari pagi hingga malam dari ke hari. Kita lelah memeras keringat demi mencari sebutir berlian dan sesuap nasi, demi kelangsungan hidup kita. Harta yang kita cari juga demi mendapatkan kemudahan, keberhasilan, kesuksesan, serta mencapai kemuliaan dalam hidup ini. Mengejar kekayaan, mencari ilmu pengetahuan, meraih jabatan dan kekuasaan, seolah telah menjadi mindset orang-orang di zaman sekarang.

Memang menjadi hal yang sangat wajar bila setiap orang menginginkan kemudahan dan berbagai hal tersebut. Menjadi manusia yang hidup di bumi ini memang banyak sekali kebutuhannya. Namun, kemuliaan hidup itu tidak hanya dilihat dari segi materi. Setiap manusia mulia dan sama derajatnya di hadapan Allah swt. Entah itu seorang direktur, selebriti, ulama, dan pengemis sekalipun. Dari situlah, bahwasannya tidak alasan bagi setiap umat untuk saling menghina, saling merendahkan, bahkan saling membunuh. Nauzubillahiminzalik….

Segala aktivitas kita yang bersifat duniawi itu terkadang membuat kita lupa akan urusan ukhrowinya. Kita sibuk mengejar materi sebagai bekal hidup di dunia sementara bekal untuk di akhirat kita lupakan. Sebagai muslim, mulai sekarang marilah kita seimbangkan antara hidup kita di dunia dengan bekal kita untuk kehidupan selanjutnya yang tentu saja lebih kekal, yaitu akhirat. Dan tentu saja, bekal untuk akhirat itu kita capai dengan sebaik mungkin sesuai dengan petunjuk Allah swt (Al Quran) dan ajaran Nabi Muhammad saw (As Sunnah).

Meraih kemuliaan dalam hidup, bila dilakukan berdasarkan syariat Isalam tersebut, Insya Allah tidak hanya dunia saja yang berhasil diraih, namun juga keselamatan akhirat yang dijanjikan Allah swt. Berikut ini ada beberapa hal yang dapat kita lakukan dalam usaha meraih kebahagiaan dan kemuliaan hidup di dunia serta di akhirat:

  • Bersyukur

Selalu bersyukur atas apa yang telah Allah swt berikan kepada kita. Orang yang bisa bersyukur berarti ia ikhlas dan ridho dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Baik dalam kesenangan dan kesusahan, seorang muslim yang beriman akan selalu bertawakal kepada Allah swt. Bila kita diberi kemudahan, bersyukurlah dengan memperbanyak amal ibadah kita kepada Allah swt. Kalau kita sedang kesulitan, lihatlah orang yang lebih sulit dari kita. Kemudian syukurilah keadaan kita itu dengan berpasrah kepada Allah swt sambil terus berikhtiar. Ketahuilah bahwa orang yang bisa selalu bersyukur akan selalu merasa bahagia. Allah swt juga menyukai orang yang selalu bersyukur kepada-Nya, seperti dalam firman-firman-Nya:

“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).'' (QS. Ad-dhuha:11)

"Dan (ingatlah juga), ketika Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih'." (QS. Ibrahim: 7)

“Mereka (Para Jin) bekerja untuk Sulaiman sesuai dengan apa yang dikehendakinya, di antaranya (membuat) gedung-gedung yang tinggi, patung-patung, piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk-periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah wahai keluarga Daud untuk bersyukur kepada Allah. Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur”. (QS. Saba’:13)

“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku”. (QS. Al-Baqarah: 152)

  • Mencari harta yang halal

Ibadah yang kita lakukan seperti sholat, berpuasa, berdoa, berzikir dan lainnya tak akan menjadi berarti apabila kita mencari uang atau rizki dengan cara yang tidak halal. Bagaimana seseorang bisa menjadi mulia dengan banyak harta namun hartanya tersebut didapatkan dari hasil mencuri, korupsi, menipu, memanipulasi, berjudi, usaha prostitusi, ataupun usaha haram lainnya. Bila orang tersebut telah berkeluarga, sungguh kasihan sekali anak dan istrinya yang menelan hasil usaha haramnya tersebut. Kehalalan harta, materi, rezeki, hingga makanan yang kita terima sangat penting demi kelanjutan generasi kita selanjutnya, yang bebas dari berbagai macam penyakit dan hawa nafsu.

Firman-firman Allah swt tentang keharusan mencari harta/rezeki yang halal antara lain:

“Wahai manusia! Makanlah yang halal dan baik dari makanan yang ada di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, sungguh setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah:168)

“Wahai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya saja kamu menyembah.” (QS Al Baqarah:172)

“Wahai para Rasul! makanlah dari (makanan) yang baik, dan kerjakanlah amal saleh, sungguh Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Mu’minun:51)

“Wahai orang−orang yang beriman! Janganlah kamu mengharamkan apa yang baik dari yang telah dihalalkan Allah kepadamu, dan janganlah kamu melampaui batas, sungguh Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (QS. Al Maidah:87)

  • Memahami agama/ajaran Islam

Untuk menyeimbangan kebahagiaan/kemuliaan di dunia dan di akhirat, ada baiknya setiap muslim terus bersemangat dalam mempedalam dan memahami ajaran-ajaran Islam. Dengan adanya rasa semangat, seseorang akan terus belajar dan mencari ilmu guna memaknai kehidupan yang ia jalani di dunia. Semakin banyak belajar ia akan semakin mengerti tentang tujuan hidupnya, sehingga iapun semakin mencintai Penciptanya, Allah swt. serta Rasul-Nya, Nabi Muhammad saw. Tatkala ilmunya sudah tinggi dan mencukupi, ia tak akan merasa bangga dan berkuasa, sebaliknya, ia akan berbagi dengan orang lain dan mengajak mereka pada kebenaran.

Demikianlah, selain kita mengejar hal-hal penting yang bersifat duniawi, ada baiknya kita isi hidup ini dengan amal ibadah. Insya Allah hidup kita tidak akan sia-sia karenanya. Kita gunakan umur yang kita miliki ini untuk mempersiapkan diri kita di akhirat nanti. Wallahualam bishshawaab.

Kamis, Mei 14, 2009

Membiasakan Membaca Al Quran


Al Quran adalah kitab suci umat Islam yang digunakan sebagai sumber hukum sekaligus tuntunan, pedoman, dan pegangan hidup seluruh umat Islam. Al Quran merupakan petunjuk dan penyelamat kita di dunia maupun di akhirat. Ayat-ayat suci yang terdapat di dalam Al Quran bagaikan puisi-puisi terindah sepanjang masa.

Membaca Al Quran merupakan salah satu ibadah yang wajib bagi umat Islam. Umat Islam yang senantiasa membaca Al Quran ikhlas karena Allah swt maka Allah swt akan melimpahkan rahmat dan ridho-Nya, sehingga ia selalu berada di dalam lindungan Allah swt. Al Quran, memang sebuah petunjuk yang menuntun umat Islam dan menjadi cahaya kehidupan. Selain itu, membaca Al Quran mampu membuat hati seseorang menjadi lebih tenang, karena Al Quran merupakan obat penawar segala macam penyakit, baik rohani maupun jasmani pada diri manusia. Seperti dalam firman Allah swt dalam surat Yunus ayat 57 yang berbunyi: “Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhan-mu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus:57)

Perintah membaca Al Quran terdapat dalam surat Al Alaq ayat 1-5, yang menjelaskan pentingnya membaca Al Quran. Namun tidak sebatas membacanya saja, melainkan penting pula untuk mempelajarinya, mengkaji lebih dalam, menghayatinya, serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan dalam hadits menyebutkan bahwa membaca Al Quran akan mendatangkan pahala bagi yang membacanya.

Rasulullah saw bersabda:

“Bacalah kamu akan Al-Quran, sesungguhnya (al-Quran) akan datang pada hari kiamat memberi syafaat kepada pembaca-pembacanya.” (HR. Muslim)

“Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf; tetapi alif satu huruf; lam satu huruf dan mim satu huruf.” (HR. Tarmidzi)

Membaca Al Quran perlu diajarkan dan dibiasakan sejak dini. Pada umumnya, anak-anak usia pra sekolah sudah mulai dimasukkan oleh orangtuanya ke suatu lembaga pendidikan islam seperti TPA/TPQ. Di lembaga pendidikan tersebut anak akan diajarkan membaca huruf arab dengan menggunakan buku “Iqro” hingga belajar membaca Juz Amma dan Al Quran. Sedari kecil, umat Islam diharapkan terbiasa dan senantiasa membaca, mencintai, dan menghayati Al Quran.

Namun, peran orangtua dalam membiasakan anak membaca Al Quran juga sangat penting terutama di dalam rumah. Rumah merupakan tempat pertama kali anak mendapat pendidikan, terutama dari orangtuanya. Didikan orangtua di rumah akan terlihat pada pembentukan kepribadian sang anak. Apabila orangtua mengajarkan hal-hal yang baik sesuai syariat agama Islam, maka ajaran atau didikan tersebut akan selalu tertanam pada anak hingga ia beranjak dewasa.

Orangtua, dalam hal ini ayah dan ibu, tidak hanya memerintahkan atau menyuruh sang anak untuk beribadah dan membaca Al Quran. Ayah dan ibu di rumah wajib memberikan contoh teladan. Misalnya saja dengan senantiasa membaca Al Quran di rumah setelah sholat maghrib atau subuh, ataupun di waktu lainnya. Untuk itu, para orangtua juga diharapkan memiliki kesadaran dalam membiasakan membaca Al Quran pada dirinya sendiri terlebih dahulu. Mungkin bagi yang tidak terbiasa, membaca Al Quran secara rutin akan terasa berat. Namun bila kita berpikir, begitu banyak waktu yang dapat kita habiskan untuk menonton televisi, membaca koran atau majalah, menjelajahi internet, serta kegiatan yang bersifat duniawi lainnya, maka tidak ada salahnya bila seharusnya kita juga dapat meluangkan waktu untuk membaca dan mempelajari Al Quran.

Apabila orangtua sudah membiasakan dirinya membaca Al Quran, maka untuk seterusnya dapat mengajak sang anak untuk membaca bersama, mengajarkannya, dan bertadabur. Memanfaatkan waktu dengan beribadah dengan seluruh anggota keluarga di rumah merupakan saat yang sangat berharga dibandingkan dengan kegiatan lainnya.

Betapa pentingnya membiasakan membaca Al Quran sejak dini. Bila sudah ditanamkan sejak kecil, Insya Allah akan terus menjadi kebiasaan hingga anak beranjak dewasa dan seterusnya. Orangtua pun akan bangga dengan kebiasaan membaca Al Quran pada sang anak. Keadaan rumah pun akan terasa lebih nyaman dengan lantunan ayat-ayat suci Al Quran. Dan yang terpenting adalah harapan akan rahmat dan ridho Allah swt demi mencapai kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan di akhirat.

Wallahualam bishshawab.

Membiasakan Membaca Al Quran


Al Quran adalah kitab suci umat Islam yang digunakan sebagai sumber hukum sekaligus tuntunan, pedoman, dan pegangan hidup seluruh umat Islam. Al Quran merupakan petunjuk dan penyelamat kita di dunia maupun di akhirat. Ayat-ayat suci yang terdapat di dalam Al Quran bagaikan puisi-puisi terindah sepanjang masa.

Membaca Al Quran merupakan salah satu ibadah yang wajib bagi umat Islam. Umat Islam yang senantiasa membaca Al Quran ikhlas karena Allah swt maka Allah swt akan melimpahkan rahmat dan ridho-Nya, sehingga ia selalu berada di dalam lindungan Allah swt. Al Quran, memang sebuah petunjuk yang menuntun umat Islam dan menjadi cahaya kehidupan. Selain itu, membaca Al Quran mampu membuat hati seseorang menjadi lebih tenang, karena Al Quran merupakan obat penawar segala macam penyakit, baik rohani maupun jasmani pada diri manusia. Seperti dalam firman Allah swt dalam surat Yunus ayat 57 yang berbunyi: “Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhan-mu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus:57)

Perintah membaca Al Quran terdapat dalam surat Al Alaq ayat 1-5, yang menjelaskan pentingnya membaca Al Quran. Namun tidak sebatas membacanya saja, melainkan penting pula untuk mempelajarinya, mengkaji lebih dalam, menghayatinya, serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan dalam hadits menyebutkan bahwa membaca Al Quran akan mendatangkan pahala bagi yang membacanya.

Rasulullah saw bersabda:

“Bacalah kamu akan Al-Quran, sesungguhnya (al-Quran) akan datang pada hari kiamat memberi syafaat kepada pembaca-pembacanya.” (HR. Muslim)

“Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf; tetapi alif satu huruf; lam satu huruf dan mim satu huruf.” (HR. Tarmidzi)

Membaca Al Quran perlu diajarkan dan dibiasakan sejak dini. Pada umumnya, anak-anak usia pra sekolah sudah mulai dimasukkan oleh orangtuanya ke suatu lembaga pendidikan islam seperti TPA/TPQ. Di lembaga pendidikan tersebut anak akan diajarkan membaca huruf arab dengan menggunakan buku “Iqro” hingga belajar membaca Juz Amma dan Al Quran. Sedari kecil, umat Islam diharapkan terbiasa dan senantiasa membaca, mencintai, dan menghayati Al Quran.

Namun, peran orangtua dalam membiasakan anak membaca Al Quran juga sangat penting terutama di dalam rumah. Rumah merupakan tempat pertama kali anak mendapat pendidikan, terutama dari orangtuanya. Didikan orangtua di rumah akan terlihat pada pembentukan kepribadian sang anak. Apabila orangtua mengajarkan hal-hal yang baik sesuai syariat agama Islam, maka ajaran atau didikan tersebut akan selalu tertanam pada anak hingga ia beranjak dewasa.

Orangtua, dalam hal ini ayah dan ibu, tidak hanya memerintahkan atau menyuruh sang anak untuk beribadah dan membaca Al Quran. Ayah dan ibu di rumah wajib memberikan contoh teladan. Misalnya saja dengan senantiasa membaca Al Quran di rumah setelah sholat maghrib atau subuh, ataupun di waktu lainnya. Untuk itu, para orangtua juga diharapkan memiliki kesadaran dalam membiasakan membaca Al Quran pada dirinya sendiri terlebih dahulu. Mungkin bagi yang tidak terbiasa, membaca Al Quran secara rutin akan terasa berat. Namun bila kita berpikir, begitu banyak waktu yang dapat kita habiskan untuk menonton televisi, membaca koran atau majalah, menjelajahi internet, serta kegiatan yang bersifat duniawi lainnya, maka tidak ada salahnya bila seharusnya kita juga dapat meluangkan waktu untuk membaca dan mempelajari Al Quran.

Apabila orangtua sudah membiasakan dirinya membaca Al Quran, maka untuk seterusnya dapat mengajak sang anak untuk membaca bersama, mengajarkannya, dan bertadabur. Memanfaatkan waktu dengan beribadah dengan seluruh anggota keluarga di rumah merupakan saat yang sangat berharga dibandingkan dengan kegiatan lainnya.

Betapa pentingnya membiasakan membaca Al Quran sejak dini. Bila sudah ditanamkan sejak kecil, Insya Allah akan terus menjadi kebiasaan hingga anak beranjak dewasa dan seterusnya. Orangtua pun akan bangga dengan kebiasaan membaca Al Quran pada sang anak. Keadaan rumah pun akan terasa lebih nyaman dengan lantunan ayat-ayat suci Al Quran. Dan yang terpenting adalah harapan akan rahmat dan ridho Allah swt demi mencapai kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan di akhirat.

Wallahualam bishshawab.

Bank Syariah


Kita tahu sekarang ini di Indonesia sudah banyak bank yang berbasiskan Islam, atau disebut dengan bank syariah. Bank syariah, sering pula disebut bank Islam, merupakan bank yang beroperasi berdasarkan hukum-hukum Islam.

Seperti bank pada umumnya, bank syariah juga mengadakan jasa penyimpanan dana dan pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya namun dilakukan sesuai dengan syariah Islam. Yang berbeda dengan bank lainnya, bank syariah tidak menggunakan sistim bunga dalam setiap kegiatan transaksi yang dilakukan.

Keutamaan bank syariah adalah melarang adanya praktik riba serta kegiatan-kegiatan keuangan yang penuh dengan spekulasi. Sebagai bank yang melaksanakan nilai-nilai dan prinsip-prinsip syairah Islam, bank syariah beroperasi dengan tuntunan Al Quran dan As Sunnah.

Prinsip-prinsip yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain:

  • Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
  • Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
  • Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
  • Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
  • Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam Islam. Usaha minuman keras misalnya, tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.

Seperti bank lainnya, bank syariah juga mengadakan jasa dan peredaran uang. Dalam kegiatan-kegiatan tersebut, bank syariah lebih cocok bagi umat muslim yang betul-betul menginginkan adanya muamalah ataupun sebuah usaha sesuai syariat Islam.

Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:

1. Jasa untuk penyimpanan dana

  • Wadi'ah
    Wadi’ah adalah jasa penitipan di bank syariah. Biasanya yang dititipkan mulai dari uang (tabungan), sertifikat, dan barang-barang berharga lainnya. Bila menabung di bank syariah, penitip atau penabung dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadi’ah, bank syariah tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah.
  • Deposito Mudhorobah
    Pada jasa ini, nasabah dapat menyimpan dana di bank syariah dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.

2. Jasa untuk peminjaman dana

  • Mudhorobah
    Mudhorobah adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian, dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan.
  • Musyarokah
    Musyarokah diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang didapatkan akan dibagi dalam rasio yang disepakati, sedangkan kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak.
  • Murobahah
    Murobahah adalah penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati.
    Contohnya saja, nasabah atau pengguna jasa ingin membeli rumah seharga 500 juta. Margin bank/keuntungan bank adalah sebesar 100 juta. Maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta. Pembayaran tersebut dapat diangsur selama kurun waktu yang telah disepakati oleh bank dan nasabah.
  • Takaful
    Takaful adalah bentuk asuransi yang sesuai dengan syariah Islam.

Kehadiran bank memang dibutuhkan oleh setiap insan. Dengan adanya bank syariah, maka kita tidak perlu takut lagi apakah kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan transaksi keuangan dan perbankan yang kita lakukan halal atau tidak dalam pandangan Islam. Bank syariah dapat menjamin kepuasan akan pelayanan kepada para nasabahnya, serta memberikan keamanan yang berguna baik di dunia dan di akhirat nantinya.